Tolong, permisi, dan terima kasih
Tolong, permisi, dan terima kasih adalah tiga kata ajaib yang membuat antar manusia jadi lebih mudah dan harmonis. Awalnya gue nggak terlalu sadar akan keajaiban kata-kata tersebut. Untung ortu mendidik anak-anaknya dengan standar kesopanan yang cukup tinggi (menurut gue).
Gue inget, dari dulu kita selalu harus bilang tolong kalo minta sesuatu, permisi kalo harus lewat di depan orang yang lebih tua atau yang nggak dikenal atau ketika harus memotong pembicaraan, dan harus bilang terima kasih kalo dikasih apa-apa, atau setelah menerima pertolongan. Kalo sudah ada tamu dateng, atau kalo kita harus bertamu ke rumah orang laen, otak gue langsung sumpek, abisnya harus inget-inget semua aturan dari nyokap. Salah sedikit bisa berakibat fatal!! (My mom can be the scariest person on earth!!)
Hasil dari pelatihan inilah gue jadi terbiasa untuk mengucapkan tiga kata ajaib tersebut kapan aja, dimana aja, dan untuk siapa aja. Thank GOD, karena ternyata tiga kata ajaib tersebut menyelamatkan hidup gue selama 2 tahun pertama di negeri orang, waktu kemampuan bahasa gue masih bisa disamakan dengan anak umur 5 tahun, or even worse.
Di sini, kata tolong HARUS digunakan setiap saat kita meminta orang lain untuk melakukan sesuatu untuk kita. Waktu belanja, waktu minta tolong tunjukin arah, waktu nanya jam berapa ke teman, sampe waktu minta sayuran di meja makan. Gue rasa gue tempelin kata s'il vous plaît ato s'il te plaît hampir di setiap kalimat, dan kata ini menyelamatkan gue dari pandangan sinis dari orang lain. Walaupun kadang kalimat gue kacau balau, mendengar kata s'il vous plaît, orang pasti tetep senyum dan berusaha mengerti apa yang mau gue ucapin. Dan sampe sekarang gue belom pernah kena bentak orang (kecuali orang gila...yup di sini juga ada orang gila berkeliaran). S'il vous plaît dan senyum ramah telah menyelamatkan gue dari kesalahan sosial.
Kata permisi, another magic word, juga telah membantu gue dalam berintegrasi dengan masyarakat di sini. Excusez-moi, yang berarti permisi dan juga maaf, telah menyelamatkan gue dalam berbagai kesempatan. Tiap gue mau menarik perhatian orang lain, tinggal ngucapin excusez-moi dengan sopan, nenek-nenek yang jutek pun bisa luluh. Dan setiap gue salah mengucapkan sesuatu atau melakukan sesuatu (seperti nginjek kaki orang di bis), gue langsung nunduk-nunduk sambil ngomong excusez-moi ato pardon ditambahi senyum, dan orang pasti langsung senyum dan nggak jadi dongkol.
Terakhir, mengenai kata terima kasih. Wah..kata ini adalah kata yang paling populer. Kita HARUS mengucapkan merci beaucoup tidak hanya waktu menerima sesuatu atau setelah ditolongin orang lain, tapi juga sewaktu orang lain membiarkan kita memasuki bis lebih dahulu, ketika membayar belanjaan di kasir, ketika penjual memberikan apa yang kita minta, ketika pelayan di restoran selesai menyajikan makanan di meja, ketika mau makan masakan yang dibikin oleh orang lain (baik itu nyokap, teman, suami, pembantu, siapa aja), ketika orang rumah selesai membereskan rumah atau mencuci pakaian, ketika mau pulang setelah diundang oleh orang lain, dan ketika menyelesaikan percakapan dengan orang lain. Kapan aja, dimana aja, dan kepada siapa aja.
Mungkin kalian yang baca ini akan komentar, 'sudah tahu kok, sudah dilaksanakan kok, so what?'
Gue juga tadinya berpikir kayak gitu. Sebelum dateng ke sini, gue merasa sudah menjadi orang yang cukup sopan ke orang lain. Tapi ternyata tidak! Setelah gue keluar dari lingkaran sosial dan melihat ke dalamnya dari luar, gue jadi sadar kalo selama ini gue kurang sopan ke orang-orang yang bukan 'orang laen' atau ke orang-orang yang dianggap memiliki status sosial yang lebih rendah daripada gue.
Coba pikir...kita sering nggak ngerasa perlu untuk mengucapkan terima kasih kepada nyokap atau pembantu yang sudah masak. Ucapan terima kasih bukan hanya waktu hari ibu aja, kita harusnya mengucapkan terima kasih setiap saat mau makan, sadar kalo nyokap udah susah payah masak buat kita. "Emang kok, gue selalu sadar jerih payah nyokap", mungkin kalian akan berkomentar, dan gue juga selalu berpikiran begitu dulu, tapi apakah keluar kata terima kasih? Jarang! (paling enggak dalam kasus gue). Kita cuma berpikir, ahhh..nyokap tahu kok kita berterima kasih. Memang mereka pasti tahu, tapi alangkah senangnya mereka kalo mendengar kata terima kasih dari bibir kita.
Kepada pembantu juga begitu. Dulu gue berpikir, ah..itu kan memang tugas mereka, dan mereka memang dibayar untuk itu. Tapi sekarang gue jadi malu sama sikap gue dulu. Gue memang nggak pernah kasar atau nggak sopan ama mereka (nggak sopan ama pembantu bisa dapet hukuman super berat dari nyokap), tapi gue juga nggak berterima kasih sama jerih payah mereka.
Di sini gue belajar banyak. Ngeliat bagaimana sopannya Xaf ama nyokapnya. Xaf nggak pernah sekalipun lupa mengucapkan terima kasih sebelum makan, sesudah makan, waktu nyokapnya ngasih baju yang sudah digosok, waktu rumah selesai dibersihin, atau sekedar waktu nyokapnya ngasih telpon. Dan gue bisa liat, bahagianya maman setiap mendengar kata merci maman. Gue jadi malu..malu banget..jadi inget lupanya gue selama bertahun-tahun untuk mengucapkan kata terima kasih ke orang-orang rumah atau orang sekitar.
Setelah menikah pun gue dibahagiakan oleh kata terima kasih. Xaf nggak pernah lupa ngucapin terima kasih kapan aja gue melakukan sesuatu untuk dia atau untuk rumah. Untuk kaum pria yang sudah berumah tangga atau yang akan berumah tangga, gue kasih saran, coba deh sering-sering mengucapkan terima kasih sama istri atau calon istri. Terima kasih karena istri sudah mencuci piring, menggosok baju, masak, membersihkan rumah, membereskan tempat tidur, atau sekedar membukakan pintu. Percaya atau enggak, istri pun akan jadi merasa dihargai, dan merasa dicintai.
Simple, but true. Ever said thank you after your wife kissed you good morning? Ever said thank you for having her beside you? Ever said thank you when your wife passed you salt at dining table? Start to say thank you, and you'll see the magic.
Akhirnya gue sadar, dan waktu pulang ke Indonesia gue tetap berusaha menerapkan standar kesopanan yang gue dapet dari hidup di Jenewa. Hasilnya..simply magic. Nyokap jadi jarang marah dan seneng setiap gue bilang terima kasih. Muka pembantu di rumah pun jadi lebih cerah. Pelayan toko yang jutek karena capek setelah seharian berdiri di balik counter kaget ketika mendengar kata permisi dan terima kasih. Wajahnya jadi sedikit lebih cerah dan senyum tipis pun berhasil gue dapatkan. Tukang angkot pun jadi lebih ramah waktu gue ucapin terima kasih setelah menerima uang kembalian. Senyum gue pun dibalas dengan senyum hangat. Abang tukang becak pun jadi tersenyum ramah waktu gue ucapkan terima kasih dengan sopan, dan langsung inget muka gue keesokan harinya waktu gue lewat lagi di pangkalan becak. Dia dengan ramahnya manggil gue "naek becak lagi neng?"
Bisa membuat orang2 yang setiap hari berpeluh keringat untuk mencari nafkah tersenyum merupakan kebahagiaan tersendiri buat gue. Senyum orang yang hidupnya susah jauh lebih tulus dan murni. A smile that makes me still believe in humanity.
Status sosial...kelas sosial...banyak yang nggak sadar akan eksistensinya, tapi sebenarnya kedua hal ini mengatur jalannya kehidupan sosial di masyarakat, terlebih lagi di Indonesia. Tanpa sadar, masyarakat hanya mewajibkan kita untuk bersikap super sopan ke orang yang status sosialnya lebih tinggi dari kita, tapi apakah kita diwajibkan untuk bersikap sopan ke orang-orang kecil? Jarang gue lihat ada konsumen yang mengucapkan terima kasih ke pelayan toko atau kasir. Jarang ada bos yang bilang terima kasih ketika ada pembantu kantor membawakan kopi atau teh. Dan kita tidak dilatih untuk menyadari jerih payah orang lain ketika orang lain itu dianggap tidak atau kurang penting. Walaupun kita dilatih untuk sopan, kita kurang dilatih untuk menghargai orang lain terlepas dari status dan kelas sosial mereka.
The worse part is, more and more children are so spoiled and exempted from manners regulation and habit. Kalau ada anak yang main sradak-sruduk di tempat umum, mengambil sesuatu tanpa meminta terlebih dahulu, atau langsung ngacir ketika selesai diberikan sesuatu, ibunya kebanyakan akan bilang, ah..namanya anak kecil..nggak perlu galak-galak begitu dong. Dan kalau ada anak kecil yang kurang sopan, orang lain pun akan memberikan toleransi, dengan alasan..ah namanya anak kecil.
People sometimes forget that those children will be adult someday, and if they think they do not need to be polite and thankful to others, we will end up with a society full of arrogant people.
Gue inget, dari dulu kita selalu harus bilang tolong kalo minta sesuatu, permisi kalo harus lewat di depan orang yang lebih tua atau yang nggak dikenal atau ketika harus memotong pembicaraan, dan harus bilang terima kasih kalo dikasih apa-apa, atau setelah menerima pertolongan. Kalo sudah ada tamu dateng, atau kalo kita harus bertamu ke rumah orang laen, otak gue langsung sumpek, abisnya harus inget-inget semua aturan dari nyokap. Salah sedikit bisa berakibat fatal!! (My mom can be the scariest person on earth!!)
Hasil dari pelatihan inilah gue jadi terbiasa untuk mengucapkan tiga kata ajaib tersebut kapan aja, dimana aja, dan untuk siapa aja. Thank GOD, karena ternyata tiga kata ajaib tersebut menyelamatkan hidup gue selama 2 tahun pertama di negeri orang, waktu kemampuan bahasa gue masih bisa disamakan dengan anak umur 5 tahun, or even worse.
Di sini, kata tolong HARUS digunakan setiap saat kita meminta orang lain untuk melakukan sesuatu untuk kita. Waktu belanja, waktu minta tolong tunjukin arah, waktu nanya jam berapa ke teman, sampe waktu minta sayuran di meja makan. Gue rasa gue tempelin kata s'il vous plaît ato s'il te plaît hampir di setiap kalimat, dan kata ini menyelamatkan gue dari pandangan sinis dari orang lain. Walaupun kadang kalimat gue kacau balau, mendengar kata s'il vous plaît, orang pasti tetep senyum dan berusaha mengerti apa yang mau gue ucapin. Dan sampe sekarang gue belom pernah kena bentak orang (kecuali orang gila...yup di sini juga ada orang gila berkeliaran). S'il vous plaît dan senyum ramah telah menyelamatkan gue dari kesalahan sosial.
Kata permisi, another magic word, juga telah membantu gue dalam berintegrasi dengan masyarakat di sini. Excusez-moi, yang berarti permisi dan juga maaf, telah menyelamatkan gue dalam berbagai kesempatan. Tiap gue mau menarik perhatian orang lain, tinggal ngucapin excusez-moi dengan sopan, nenek-nenek yang jutek pun bisa luluh. Dan setiap gue salah mengucapkan sesuatu atau melakukan sesuatu (seperti nginjek kaki orang di bis), gue langsung nunduk-nunduk sambil ngomong excusez-moi ato pardon ditambahi senyum, dan orang pasti langsung senyum dan nggak jadi dongkol.
Terakhir, mengenai kata terima kasih. Wah..kata ini adalah kata yang paling populer. Kita HARUS mengucapkan merci beaucoup tidak hanya waktu menerima sesuatu atau setelah ditolongin orang lain, tapi juga sewaktu orang lain membiarkan kita memasuki bis lebih dahulu, ketika membayar belanjaan di kasir, ketika penjual memberikan apa yang kita minta, ketika pelayan di restoran selesai menyajikan makanan di meja, ketika mau makan masakan yang dibikin oleh orang lain (baik itu nyokap, teman, suami, pembantu, siapa aja), ketika orang rumah selesai membereskan rumah atau mencuci pakaian, ketika mau pulang setelah diundang oleh orang lain, dan ketika menyelesaikan percakapan dengan orang lain. Kapan aja, dimana aja, dan kepada siapa aja.
Mungkin kalian yang baca ini akan komentar, 'sudah tahu kok, sudah dilaksanakan kok, so what?'
Gue juga tadinya berpikir kayak gitu. Sebelum dateng ke sini, gue merasa sudah menjadi orang yang cukup sopan ke orang lain. Tapi ternyata tidak! Setelah gue keluar dari lingkaran sosial dan melihat ke dalamnya dari luar, gue jadi sadar kalo selama ini gue kurang sopan ke orang-orang yang bukan 'orang laen' atau ke orang-orang yang dianggap memiliki status sosial yang lebih rendah daripada gue.
Coba pikir...kita sering nggak ngerasa perlu untuk mengucapkan terima kasih kepada nyokap atau pembantu yang sudah masak. Ucapan terima kasih bukan hanya waktu hari ibu aja, kita harusnya mengucapkan terima kasih setiap saat mau makan, sadar kalo nyokap udah susah payah masak buat kita. "Emang kok, gue selalu sadar jerih payah nyokap", mungkin kalian akan berkomentar, dan gue juga selalu berpikiran begitu dulu, tapi apakah keluar kata terima kasih? Jarang! (paling enggak dalam kasus gue). Kita cuma berpikir, ahhh..nyokap tahu kok kita berterima kasih. Memang mereka pasti tahu, tapi alangkah senangnya mereka kalo mendengar kata terima kasih dari bibir kita.
Kepada pembantu juga begitu. Dulu gue berpikir, ah..itu kan memang tugas mereka, dan mereka memang dibayar untuk itu. Tapi sekarang gue jadi malu sama sikap gue dulu. Gue memang nggak pernah kasar atau nggak sopan ama mereka (nggak sopan ama pembantu bisa dapet hukuman super berat dari nyokap), tapi gue juga nggak berterima kasih sama jerih payah mereka.
Di sini gue belajar banyak. Ngeliat bagaimana sopannya Xaf ama nyokapnya. Xaf nggak pernah sekalipun lupa mengucapkan terima kasih sebelum makan, sesudah makan, waktu nyokapnya ngasih baju yang sudah digosok, waktu rumah selesai dibersihin, atau sekedar waktu nyokapnya ngasih telpon. Dan gue bisa liat, bahagianya maman setiap mendengar kata merci maman. Gue jadi malu..malu banget..jadi inget lupanya gue selama bertahun-tahun untuk mengucapkan kata terima kasih ke orang-orang rumah atau orang sekitar.
Setelah menikah pun gue dibahagiakan oleh kata terima kasih. Xaf nggak pernah lupa ngucapin terima kasih kapan aja gue melakukan sesuatu untuk dia atau untuk rumah. Untuk kaum pria yang sudah berumah tangga atau yang akan berumah tangga, gue kasih saran, coba deh sering-sering mengucapkan terima kasih sama istri atau calon istri. Terima kasih karena istri sudah mencuci piring, menggosok baju, masak, membersihkan rumah, membereskan tempat tidur, atau sekedar membukakan pintu. Percaya atau enggak, istri pun akan jadi merasa dihargai, dan merasa dicintai.
Simple, but true. Ever said thank you after your wife kissed you good morning? Ever said thank you for having her beside you? Ever said thank you when your wife passed you salt at dining table? Start to say thank you, and you'll see the magic.
Akhirnya gue sadar, dan waktu pulang ke Indonesia gue tetap berusaha menerapkan standar kesopanan yang gue dapet dari hidup di Jenewa. Hasilnya..simply magic. Nyokap jadi jarang marah dan seneng setiap gue bilang terima kasih. Muka pembantu di rumah pun jadi lebih cerah. Pelayan toko yang jutek karena capek setelah seharian berdiri di balik counter kaget ketika mendengar kata permisi dan terima kasih. Wajahnya jadi sedikit lebih cerah dan senyum tipis pun berhasil gue dapatkan. Tukang angkot pun jadi lebih ramah waktu gue ucapin terima kasih setelah menerima uang kembalian. Senyum gue pun dibalas dengan senyum hangat. Abang tukang becak pun jadi tersenyum ramah waktu gue ucapkan terima kasih dengan sopan, dan langsung inget muka gue keesokan harinya waktu gue lewat lagi di pangkalan becak. Dia dengan ramahnya manggil gue "naek becak lagi neng?"
Bisa membuat orang2 yang setiap hari berpeluh keringat untuk mencari nafkah tersenyum merupakan kebahagiaan tersendiri buat gue. Senyum orang yang hidupnya susah jauh lebih tulus dan murni. A smile that makes me still believe in humanity.
Status sosial...kelas sosial...banyak yang nggak sadar akan eksistensinya, tapi sebenarnya kedua hal ini mengatur jalannya kehidupan sosial di masyarakat, terlebih lagi di Indonesia. Tanpa sadar, masyarakat hanya mewajibkan kita untuk bersikap super sopan ke orang yang status sosialnya lebih tinggi dari kita, tapi apakah kita diwajibkan untuk bersikap sopan ke orang-orang kecil? Jarang gue lihat ada konsumen yang mengucapkan terima kasih ke pelayan toko atau kasir. Jarang ada bos yang bilang terima kasih ketika ada pembantu kantor membawakan kopi atau teh. Dan kita tidak dilatih untuk menyadari jerih payah orang lain ketika orang lain itu dianggap tidak atau kurang penting. Walaupun kita dilatih untuk sopan, kita kurang dilatih untuk menghargai orang lain terlepas dari status dan kelas sosial mereka.
The worse part is, more and more children are so spoiled and exempted from manners regulation and habit. Kalau ada anak yang main sradak-sruduk di tempat umum, mengambil sesuatu tanpa meminta terlebih dahulu, atau langsung ngacir ketika selesai diberikan sesuatu, ibunya kebanyakan akan bilang, ah..namanya anak kecil..nggak perlu galak-galak begitu dong. Dan kalau ada anak kecil yang kurang sopan, orang lain pun akan memberikan toleransi, dengan alasan..ah namanya anak kecil.
People sometimes forget that those children will be adult someday, and if they think they do not need to be polite and thankful to others, we will end up with a society full of arrogant people.
3 Comments:
I found it's true what u wrote...
aww,,,it's making me welling up :( hiks
By Anonymous, at September 01, 2006 6:07 PM
kalo saya sih emang udah dibiasain sejak kecil.. namunnn.. ada namunnya nih.. hehe..
emang jadi lebih "meresap" ketika merantau ke luar negeri.. hehe..
kalo saya mau pelesir ke disneyland, prancis.. boleh numpang nih? :p
anyway, emgnya bener ya kalo org prancis itu memandang remeh orang2 yg gak bisa (ato gk berusaha) berbahasa perancis?
hehe.. terimakasih.. n salam kenal..
*baru kenalan udah banyak nanya.. maap ya..*
By Ardho, at September 03, 2006 12:26 AM
Aku kebetulan lagi dapet tugas bikin makalah ttg kebudayaan perancis. Boleh dong bagi-bagi pengetahuan tentang, adat pernikahan khas Perancis, apa bentuk maharnya, siapa yang lebih berperan - pihak pria atau wanita, lalu setelah menikah mereka tinggal di mana, apakah ada keharusan untuk tinggal di rumah orang tua, lalu bagaimana pembagian peran suami istrinya ?
Thanks banget loh buat infonya,
Lee - Depok West Java
By Anonymous, at March 05, 2007 4:39 PM
Post a Comment
<< Home