<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11664549\x26blogName\x3danother+try\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://bla3x.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://bla3x.blogspot.com/\x26vt\x3d4702894869577277822', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

another try

Wednesday, July 27, 2005

TV ku sayang, TV ku malang

Salah satu kegiatan favorit gue setiap pulang ke Indonesia adalah nonton TV. "Kesian deh loe pit?" banyak temen gue yang berkomentar. Biarin mau dikomentarin apaan, abisnya gue di sini nggak punya TV (yang membuat gue dicap super melarat, dan bikin gue naek darah! Omelan tentang ini akan dibahas lebih lanjut), dan menurut gue acara TV sebenernya bisa dibilang mencerminkan masyarakat kita, dari pergeseran norma, ketertarikan, dan trend sosial.

Satu hal yang menarik perhatian gue adalah banyaknya acara TV yang bertema 'sosial', dalam arti berusaha menolong golongan miskin atau mereka yang sedang tertimba musibah. Ragamnya dari 'Uang Kaget', 'Bedah Rumah', 'Nikah Gratis', 'Impianku', dan mungkin ada yang lain yang gue nggak tahu. Secara umum mungkin banyak yang bilang, "wah..bagus nih, sudah banyak orang yang mau perduli sama orang miskin dan mau mulai membantu secara lebih konkrit." Tapi mungkin jarang yang mau melihat unsur konsumerisme di balik 'Uang Kaget', pengagungan jurang sosial antara si kaya dan si miskin di 'Bedah Rumah', dan teganya produser acara memainkan perasaan dan harapan anak kecil di 'Impianku'. Kalau orang lain melihat acara tersebut tersenyum bangga akan kemajuan bangsanya dalam menolong orang lain, saya malah miris melihat semakin terpuruknya masyarakat Indonesia dalam kebodohan dan menangis menyaksikan bagaimana kikuknya para orang miskin 'yang beruntung' digiring untuk 'menikmati' mewahnya kehidupan.

Mengenai acara 'Uang Kaget', gue rasa nggak usah panjang lebar ngejelasin acaranya, toh banyak yang sudah kenal. Secara umum gue lihat mereka yang menerima uang kaget benar2 kurang memikirkan bagaimana bisa menggunakan uang tersebut dengan baik. Yang ada mereka malah membeli barang2 yang tidak berguna, hanya karena iri ngeliat tetangga atau biar nge-trend! Padahal uang kaget itu diberi untuk membantu perekonomian mereka yang senin kemis.

Contoh yang paling bikin gue emosi sampai hampir lempar TV pake kursi:

Di salah satu acara uang kaget, si ibu yang diberi uang tersebut menjelaskan bahwa kehidupan mereka sangat miris karena mereka tidak punya uang untuk memasang listrik di rumahnya. Dan para tetangga tidak ada yang mau memberikan aliran listrik ke rumah mungilnya, kata dia.."mana ada yang mau ngebantu saya yang orang melarat ini", dengan nada yang tajam dan penuh dendam.

Sewaktu dia menerima uang kaget, dia malah membeli barang2 yang tidak berguna sama sekali..kulkas, TV, kipas angin, hanya karena dia selama ini mengimpikan barang tersebut! Padahal gimana mau dipakai, wong listrik aja nggak ada. Yang lebih parahnya, dia bilang "...wah..ada handphone, saya musti beli handphone, karena anak saya pernah minta dibeliin handphone karena bagus dan biar punya seperti orang lain!" Ini sih bukannya membeli barang yang bisa membantu dia di kemudian hari, tapi malah membebani suaminya yang bergaji hanya 60.000 sebulan. Ini bagaimana sih? Memang sih si Ibu membeli emas 5 ato 10 gram, untuk biaya anaknya sekolah. Tapi ya itu, sifat irinya melihat tetangga punya ini dan itu malah membuang uang kaget tersebut dengan sia2!

Sudah begini parahkahnya masyarakat Indonesia, sehingga tidak bisa arif dalam menerima keberuntungan? Sudah begitu mendarah-dagingkah sifat konsumerisme di negara ini, sampai2 harus mempunyai handphone biar bisa gaya-gaya an seperti yang lain? Bisakah masyarakat berhenti memiliki sifat pamer dan 'harus lebih baik dari tetangga' sehingga uang yang dipake buat kredit DVD player, handphone, dan mobil, bisa dipake untuk membiayai uang sekolah anak2nya yang semakin meroket? Gue yang nggak punya TV dibilang melarat, anaknya bisa nggak kuliah nanti? Wong uangnya udah abis buat mengisi rumah biar kalau arisan bisa pamer sama ibu2 yang lain. Pathetic!!

Mungkin si produser acara banyak menerima kritikan, karena kemudian pada acara berikutnya, si pembawa uang kaget berpesan pada penerima uang kaget untuk membeli barang2 yang mudah untuk dijual kembali, agar keluarga tersebut bisa menggunakan uang tersebut untuk keperluan yang lebih mendesak.

Kemudian mengenai 'Bedah Rumah', gue rasa mereka mencontoh program-programnya BBC (mana ada sih acara TV Indonesia yang original?) seperti Big Strong Boys, House Invaders atau Changing Rooms. Nggak ada salahnya memang perusahaan cat tembok membiayai renovasi rumah keluarga tak mampu, tapi mbok si pembawa acaranya lebih memasyarakat dan para keluarga itu janganlah dipermalukan dengan ditempatkan di hotel bintang lima.

Si pembawa acara sungguh kaku, seperti asing dengan saudara sebangsanya sendiri yang berpakaian lusuh. Dandanannya yang ala telenovela benar2 out of place dengan suramnya hidup di sekitarnya. Dan kalo kalian merasa bahwa menempatkan orang tak mampu di hotel bintang lima adalah keberuntungan, anda salah besar bung!

Lihatlah mereka yang kikuk untuk duduk di sofa empuk di kamar hotelnya, yang bingung seperti kambing digiring ketika diajak makan malam di restoran yang berkilauan. Lihatlah bingungnya mereka melihat alat makan yang gemerlap di meja di hadapan mereka dan tidak tahu harus pakai apa, dan apa yang mereka sedang makan. Lihatlah dengan seksama mata mereka yang menerawang, mungkinkah mereka sedang berpikir, 'alangkah indahnya hidup yang lain, dan alangkah suramnya hidup saya. Alangkah tidak adilnya dunia kepada diri saya.' Anda pikir mereka senang di tempat yang asing dan mengasingkan mereka? Pikir dua kali bung!

Makanya saya lebih suka program BBC, di program tersebut mereka memfokuskan bagaimana cara memperbaiki rumah dengan biaya yang sedikit, dan menampilkan ide2 kreatif dalam menata rumah, terlepas dari kesederhanaan rumah tersebut. Kenapa tidak dicontoh juga kreativitas yang tidak menonjolkan kemiskinan mereka yang tidak mampu di tengah2 gemerlapnya para jet-set? Lebih baik kalau uang yang dipake untuk hotel diberikan ke mereka untuk memilih alat rumah tangga yang mungkin mereka tidak punya. Saya rasa akan lebih bermanfaat kalau keluarga penerima bantuan tersebut dibawa ke toko mebel daripada hotel bintang lima.

Yang paling mengenaskan adalah acara Impianku. Di sini ditampilkan tiga anak SD yang berasal dari keluarga tidak mampu, dan salah satu dari mereka akan terpilih untuk mendapatkan tabungan sebesar Rp 5.000.000. Selama acara, pembawa acara (yang gue rasa dapat pekerjaan tersebut dari modal tampang dan bodi, no brain and talent whatsoever) mencari tahu keinginan anak2 tersebut yang belum kesampean. Ada yang minta sepeda, meja belajar, atau sekedar uang untuk membeli baju bagi ibunya (gue nangis udah pake gayung). Ok sampe di sini tidak ada masalah..anak2 tersebut senang, dan orang tua pun lega melihat keinginan anak2 mereka akhirnya kesampean.

Tapi kemudian, para guru anak2 tersebut harus menentukan salah satu dari mereka untuk menerima tabungan. Hanya satu!! Para guru pun memberikan 'rekomendasi' mereka sambil dipenuhi dengan sedu sedan. Dan kepala sekolah akhirnya harus memutuskan siapa yang berhak untuk mendapatkan 'beasiswa' tersebut. Kebayang nggak beratnya tugas kepala sekolah untuk memutuskan siapa yang lebih menderita daripada ketiga anak didiknya tersebut, untuk berhak mendapatkan uang 5.000.000. Sewaktu dia mengumumkan keputusannya tersebut di hadapan ketiga anak tersebut, tak pelaklah tangis yang tidak terpilih pun pecah!! Kepala sekolah pun menangis deras sambil meminta maaf kepada yang tidak terpilih.

Kalau maksud si produser acara adalah memeras air mata, sudah berhasil banget! Bantal gue aja ampe lembab. Tapi apa dipikirkan bagaimana perasaan kedua anak yang tidak terpilih tersebut? Gue aja yang kalah balap karung rasanya sedih setengah mati, apalagi mereka berdua yang merasa mempunyai harapan untuk melanjutkan sekolahnya. Teganya mereka mempermainkan perasaan anak kecil yang halus hanya demi rating. Seimbangkah uang 5.000.000 dengan trauma dan kesedihan adik2 kita tersebut? Siapa yang bisa menjamin kalau hati mereka yang patah itu akan bisa tersambung kembali?

Kesimpulan akhir, acara TV yang bernuansa sosial, ternyata tidaklah se-sosial itu.

Paling tidak gue paling suka sama acara Nikah Gratis. Sungguh ide yang cemerlang dan sangat membantu para pasangan yang sudah siap menikah tapi belum punya biaya untuk pesta pernikahan, untuk akhirnya dapat membangun rumah tangga bersama. Thumbs up buat produser acara!!

6 Comments:

  • hm..sebenernya banyak yang mo dikomentarin, tapi intinya gampang aja kok: masyarakat Indonesia memang sudah rusak. :(
    Yak, terima kasih. Wassalam.

    By Anonymous Anonymous, at July 28, 2005 12:16 PM  

  • Komentar yang padat, ringkas dan tegas. Terima kasih Mbak Naga.

    By Blogger Pipit, at August 05, 2005 9:21 AM  

  • weleh 8x.. ternyata masih ada orang yang merhatiin masalah beiginian yaa..? gue salut deh ama neng Pipit masih mikirin hal kaya gini. kalo gue pikir sih kasih2 duit buat orang2 kere macam gue ndak bisa bikin tambah kaya.. mungkin bisa bikin ngetop karena masuk tampang dilayar kaca.. tapi apa enaknya sih ngetop karena miskin. lagipula acara gini ndak bakal buat orang jadi tambah sosial.. hanay jadi bahan tertawaaan atau tangisan sedih. Ini gaya dan potret indonesia sekarang, ga' cuma teve, bahkan pemerintahannyapun ikut-2an ngasih uang tunai kerakyat miskin dan korban bencana, ngasihnya pake upacara mewah, tampang petantang petenteng, senyum lebar pake aksi pasang kumis segala, bodyguard disana sini, jeprat jepret potret sana sini trus masuk koran sebagai manusia yang paling soksial, buat yang dikasih dapetnya pake taruhan nyawa, gontok2kan plus potongan n' retribusi yang gak jelas padahal uangnya dari utang utang dan utang lagi. alamaaak indonesia, mental bangsa kita dasar manado (menang tampang doang)! daripada bikin acara bagi2 duit, mending bikin acara yang menghasilkan pekerjaan buat orang2 yang nganggur kaya gue... lebih higienis dan kelihatan lebih tulus, tul gak ??

    By Anonymous Anonymous, at June 14, 2006 5:49 AM  

  • Wah, komentar soal acara TV yang bagi-bagi duit tapi sebetulnya nyari duit(dari iklan) melalui penderitaan oang miskin ini terasa 'tajam dan terpercaya, ya!

    Tapi masalah dunia televisi memang tidak sederhana. YA, saya setuju acara Bagi-bagi duit dan sebagainya ga guna banget.

    Masalahnya, katanya ratingnya tinggi.Pengiklan juga suka beriklan diacara itu.
    Jadi rasanya kita mau banting kursi ke TV kita pun, acara seperti ini akan selalu ada.Diperlukan kesadaran moral yang tinggi dari pembuat acara TV, sehingga orientasi tidak melulu iklan , rating atau apalah itu. Tapi juga kecerdasan penonton,misalnya...
    Ya, pit ya ?

    By Blogger oneyeknight, at June 22, 2006 11:48 AM  

  • hai pipit! salam kenal dulu dwongs. gw tidak sengaja menemukan blog elu ini niy. waaa senangnya. gw punya pendapet serupa elu soal so-called charity reality TV macam uang kaget dll. in fact, gw lagi nulis itu buat bahan disertasi :P huaaa.. senangnyaaaaaa... nice to meet you!

    By Blogger pippilotta, at July 23, 2006 12:36 PM  

  • bener2 posting yang bagus. aku sendiri ga pernah kepikir tentang hal2 tersebut, tp setelah baca kok jadi sadar ya...

    emang orang kita begitu yha, tapi emang untuk menyadarkan/merubahnya butuh waktu, mari kita ubah dari diri kita sendiri dulu (alah :D).

    makasih buat tulisannya

    By Anonymous Anonymous, at March 12, 2007 6:10 PM  

Post a Comment

<< Home