Haruskah blog menjadi media 'serius'?
Sehabis baca posting singkat dari Andry saya pun ketemu dengan sebuah artikel di detik.com tentang blogging. Inti artikelnya mempromosikan tentang pentingnya blogging dan bagaimana seseorang patut untuk melihat blogging sebagai suatu aktivitas yang tidak main-main, to take it seriously.
Membaca artikel ini saya pun semakin mendapatkan kesan bahwa blogger benar-benar sedang à la mode, dan ikut senang kalau kegiatan positif ini bisa terus dikembangkan dan disebarluaskan. Tidak mustahil rasanya kalau dari blogger kemudian 'naik pangkat' menjadi penulis kawakan. But do we need to take ourselves that seriously? Apakah harus media blog 'diadu' dengan mainstream media dan para blogger patut dan perlu diberi acknowledgement sebagai new generation journalists?
Memang wajar bila pembentukan suatu 'kelompok' baru selalu dibarengi dengan pembentukan suatu identitas kelompok, dan salah satu caranya adalah dengan berusaha 'masuk' sebagai bagian dari identitas kelompok yang sudah ada atau sebagai kontradiksi dari yang sudah ada. Tapi apakah harus selalu seperti itu? Kenapa pembentukan identitas blogger,baik sebagai individu atau kelompok, tidak dicoba untuk terlepas dari mereka para mainstream?
Lagipula, kehausan akan pengakuan terkadang tidak dibarengi dengan kesadaran akan tanggung jawab yang mengekor dari sebuah pengakuan. Kalau blogger menuntut untuk disetarakan dengan jurnalis dan hasil bloggingnya untuk dianggap sebagai media yang setara dengan hasil tulisan jurnalis tersebut, apakah mereka siap untuk menerima tanggung jawab atas tulisan mereka sebagaimana para jurnalis harus siap dengan oretan pena mereka? Blogging menurut saya penuh dengan subyektivitas. Dalam menyoroti sebuah masalah atau phenomenon seorang blogger tidak akan hanya 'memaparkan' tema tersebut, tapi lebih 'mendiskusikan' tema tersebut. Bahasa yang digunakan berbeda, dan cara penuturan suatu cerita pun berbeda. Jurnalis (seharusnya) akan menulis "apa yang terjadi", sedangkan blogger akan menulis tidak hanya "apa yang terjadi" tapi "apa yang menurutnya terjadi".
Tidak sulit untuk dibayangkan kalau blog akan penuh dengan bias norma, kultural, latar belakang maupun prinsip hidup seseorang dalam setiap pembahasan informasi. Kebayang dong kalau ada pembaca yang menelan mentah-mentah apa yang ditulis dalam sebuah blog, pembaca tersebut akan menerima sebuah 'berita' yang telah dibentuk sedemikan rupa dan tidak sadar (atau malas) untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Semakin runyamlah masalahnya. Setiap orang kemudian akan mempunyai pemahaman yang berbeda tentang suatu 'berita' tanpa mengetahui dengan jelas 'berita' asalnya.
Untuk informasi teknologi atau sains lainnya, mungkin bias ini akan bisa dihindarkan atau diminimalisasi. Tapi bagaimana dengan tema sosial dan politik? Sebuah tema sosial dapat 'diceritakan' dengan cara yang berbeda dan kemudian akan memberikan 'gambaran' yang berbeda pula. Pemberian kata sifat dan informasi keterangan saja akan sangat merubah inti dari sebuah informasi. Contohnya, "Oslo telah merebut gelar sebagai kota termahal sedunia dari Tokyo." Ditambah dengan kata sifat dan keterangan dari pengalaman pribadi: "Oslo yang dinginnya amit-amit ketika musim dingin dan yang manusianya kurang ramah ternyata telah merebut gelar sebagai kota termahal sedunia dari Tokyo yang super high-tech." Kerasa nggak bedanya? Di kalimat pertama it's matter of fact, di kalimat kedua ada bias terhadap kedua kota. Gambaran 'dingin', 'tidak ramah', dan 'high tech' akan memberikan propaganda berdasarkan opini si blogger tentang kedua kota tersebut.
Bagaimana seorang blogger bisa membedakan antara informasi dan opini? Dan apakah para pembaca akan sadar bahwa tulisan yang mereka baca itu adalah opini dan bukan sekedar fakta? Opini adalah salah satu penyajian fakta tapi berbeda dengan fakta. Jurnalisme intinya berusaha untuk menyajikan fakta, paling tidak menurut saya, bukan opini. Jurnalis bisa dituntut bila yang dia tulis tidak sesuai dengan kenyataan, karena mereka seharusnya menulis tentang fakta. Jadi apakah blogger harus sejajar dengan jurnalis? Menurut saya tidak penting mana yang tinggi atau rendah, blog berbeda dengan koran karena blog memberikan 'informasi' yang kaya akan pemahaman tertentu. Informasi yang disajikan berbeda, kenapa harus disama-samakan?
Terlebih lagi, tidak ada code of conduct dalam blogging, tidak ada aturan baku tentang apa yang bisa ditulis, bagaimana harus menulis, keakuratan sebuah informasi, atau keakuratan sumber informasi. Semua bebas, bahkan identitas blogger pun tidak jelas. Di dunia maya semua bisa direkayasa, bahkan (terutama) identitas. Bagaimana sebuah tulisan bisa dipertanggungjawabkan kalau yang menulis adalah anonymous blogger? Bisa saja seorang blogger merekayasa sebuah 'fakta' dan ketika 'fakta' ini menyebar dan diterima sebagai kebenaran yang menghebohkan, siapa yang harus mempertanggung jawabkan pada pihak yang dirugikan? Dan ketika seorang blogger hanya iseng2 nyeleneh tentang suatu tema, guyonannya pun akan dianggap serius karena sudah disajikan dalam 'media'. Bisa salah kaprah jadinya.
Indahnya blog itu terletak pada kebebasan yang tidak dimiliki oleh media lainnya. Blog menurut saya adalah media untuk latihan menulis, berbagi informasi, memberikan opini dan ajang diskusi. Kalau blogging harus dianggap sebagai kegiatan yang 'serius', sesuatu yang tadinya hobi pun menjadi suatu kewajiban. Suatu kewajiban yang penuh dengan aturan yang menyunat kebebasan yang awalnya merupakan identitas utama dari blogging.
Bukannya menurut saya menulis blog tidak serius. Sebaliknya, blogging adalah kegiatan serius. Tapi dalam arti lain. Serius dalam arti setiap blogger akan selalu mengasah kemampuan menulisnya dalam setiap postingannya. Tapi tidak berarti dia terbebani oleh berbagai beban norma masyarakat yang sudah terlalu sering menutup mulutnya sebelum dia berani berbicara. Tidak berarti ia harus terbebani oleh standar penulisan dan penguasaan seluruh topik yang ditulisnya. Blogging adalah ruang untuk menulis apa yang kita pikir menarik untuk diri kita sendiri, tanpa harus terbebani untuk berpikir apa yang lain perlu tahu. Kalau koran itu fakta, blog itu personal.
Jadi saya pun akan terus menulis, tanpa berusaha untuk mensejajarkan diri dengan jurnalis. Saya akan terus menulis pemikiran saya, untuk berbagi dengan yang lain atau untuk memancing diskusi atau debat. Pendapat saya akan terus terukir di sini tanpa berusaha untuk mendapatkan dukungan atau pembenaran. Pengakuan yang saya butuhkan adalah dari diri sendiri, bahwa saya akhirnya berani dan mampu untuk menulis.
Blog is one side of a story, not THE side of a story.
Membaca artikel ini saya pun semakin mendapatkan kesan bahwa blogger benar-benar sedang à la mode, dan ikut senang kalau kegiatan positif ini bisa terus dikembangkan dan disebarluaskan. Tidak mustahil rasanya kalau dari blogger kemudian 'naik pangkat' menjadi penulis kawakan. But do we need to take ourselves that seriously? Apakah harus media blog 'diadu' dengan mainstream media dan para blogger patut dan perlu diberi acknowledgement sebagai new generation journalists?
Memang wajar bila pembentukan suatu 'kelompok' baru selalu dibarengi dengan pembentukan suatu identitas kelompok, dan salah satu caranya adalah dengan berusaha 'masuk' sebagai bagian dari identitas kelompok yang sudah ada atau sebagai kontradiksi dari yang sudah ada. Tapi apakah harus selalu seperti itu? Kenapa pembentukan identitas blogger,baik sebagai individu atau kelompok, tidak dicoba untuk terlepas dari mereka para mainstream?
Lagipula, kehausan akan pengakuan terkadang tidak dibarengi dengan kesadaran akan tanggung jawab yang mengekor dari sebuah pengakuan. Kalau blogger menuntut untuk disetarakan dengan jurnalis dan hasil bloggingnya untuk dianggap sebagai media yang setara dengan hasil tulisan jurnalis tersebut, apakah mereka siap untuk menerima tanggung jawab atas tulisan mereka sebagaimana para jurnalis harus siap dengan oretan pena mereka? Blogging menurut saya penuh dengan subyektivitas. Dalam menyoroti sebuah masalah atau phenomenon seorang blogger tidak akan hanya 'memaparkan' tema tersebut, tapi lebih 'mendiskusikan' tema tersebut. Bahasa yang digunakan berbeda, dan cara penuturan suatu cerita pun berbeda. Jurnalis (seharusnya) akan menulis "apa yang terjadi", sedangkan blogger akan menulis tidak hanya "apa yang terjadi" tapi "apa yang menurutnya terjadi".
Tidak sulit untuk dibayangkan kalau blog akan penuh dengan bias norma, kultural, latar belakang maupun prinsip hidup seseorang dalam setiap pembahasan informasi. Kebayang dong kalau ada pembaca yang menelan mentah-mentah apa yang ditulis dalam sebuah blog, pembaca tersebut akan menerima sebuah 'berita' yang telah dibentuk sedemikan rupa dan tidak sadar (atau malas) untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Semakin runyamlah masalahnya. Setiap orang kemudian akan mempunyai pemahaman yang berbeda tentang suatu 'berita' tanpa mengetahui dengan jelas 'berita' asalnya.
Untuk informasi teknologi atau sains lainnya, mungkin bias ini akan bisa dihindarkan atau diminimalisasi. Tapi bagaimana dengan tema sosial dan politik? Sebuah tema sosial dapat 'diceritakan' dengan cara yang berbeda dan kemudian akan memberikan 'gambaran' yang berbeda pula. Pemberian kata sifat dan informasi keterangan saja akan sangat merubah inti dari sebuah informasi. Contohnya, "Oslo telah merebut gelar sebagai kota termahal sedunia dari Tokyo." Ditambah dengan kata sifat dan keterangan dari pengalaman pribadi: "Oslo yang dinginnya amit-amit ketika musim dingin dan yang manusianya kurang ramah ternyata telah merebut gelar sebagai kota termahal sedunia dari Tokyo yang super high-tech." Kerasa nggak bedanya? Di kalimat pertama it's matter of fact, di kalimat kedua ada bias terhadap kedua kota. Gambaran 'dingin', 'tidak ramah', dan 'high tech' akan memberikan propaganda berdasarkan opini si blogger tentang kedua kota tersebut.
Bagaimana seorang blogger bisa membedakan antara informasi dan opini? Dan apakah para pembaca akan sadar bahwa tulisan yang mereka baca itu adalah opini dan bukan sekedar fakta? Opini adalah salah satu penyajian fakta tapi berbeda dengan fakta. Jurnalisme intinya berusaha untuk menyajikan fakta, paling tidak menurut saya, bukan opini. Jurnalis bisa dituntut bila yang dia tulis tidak sesuai dengan kenyataan, karena mereka seharusnya menulis tentang fakta. Jadi apakah blogger harus sejajar dengan jurnalis? Menurut saya tidak penting mana yang tinggi atau rendah, blog berbeda dengan koran karena blog memberikan 'informasi' yang kaya akan pemahaman tertentu. Informasi yang disajikan berbeda, kenapa harus disama-samakan?
Terlebih lagi, tidak ada code of conduct dalam blogging, tidak ada aturan baku tentang apa yang bisa ditulis, bagaimana harus menulis, keakuratan sebuah informasi, atau keakuratan sumber informasi. Semua bebas, bahkan identitas blogger pun tidak jelas. Di dunia maya semua bisa direkayasa, bahkan (terutama) identitas. Bagaimana sebuah tulisan bisa dipertanggungjawabkan kalau yang menulis adalah anonymous blogger? Bisa saja seorang blogger merekayasa sebuah 'fakta' dan ketika 'fakta' ini menyebar dan diterima sebagai kebenaran yang menghebohkan, siapa yang harus mempertanggung jawabkan pada pihak yang dirugikan? Dan ketika seorang blogger hanya iseng2 nyeleneh tentang suatu tema, guyonannya pun akan dianggap serius karena sudah disajikan dalam 'media'. Bisa salah kaprah jadinya.
Indahnya blog itu terletak pada kebebasan yang tidak dimiliki oleh media lainnya. Blog menurut saya adalah media untuk latihan menulis, berbagi informasi, memberikan opini dan ajang diskusi. Kalau blogging harus dianggap sebagai kegiatan yang 'serius', sesuatu yang tadinya hobi pun menjadi suatu kewajiban. Suatu kewajiban yang penuh dengan aturan yang menyunat kebebasan yang awalnya merupakan identitas utama dari blogging.
Bukannya menurut saya menulis blog tidak serius. Sebaliknya, blogging adalah kegiatan serius. Tapi dalam arti lain. Serius dalam arti setiap blogger akan selalu mengasah kemampuan menulisnya dalam setiap postingannya. Tapi tidak berarti dia terbebani oleh berbagai beban norma masyarakat yang sudah terlalu sering menutup mulutnya sebelum dia berani berbicara. Tidak berarti ia harus terbebani oleh standar penulisan dan penguasaan seluruh topik yang ditulisnya. Blogging adalah ruang untuk menulis apa yang kita pikir menarik untuk diri kita sendiri, tanpa harus terbebani untuk berpikir apa yang lain perlu tahu. Kalau koran itu fakta, blog itu personal.
Jadi saya pun akan terus menulis, tanpa berusaha untuk mensejajarkan diri dengan jurnalis. Saya akan terus menulis pemikiran saya, untuk berbagi dengan yang lain atau untuk memancing diskusi atau debat. Pendapat saya akan terus terukir di sini tanpa berusaha untuk mendapatkan dukungan atau pembenaran. Pengakuan yang saya butuhkan adalah dari diri sendiri, bahwa saya akhirnya berani dan mampu untuk menulis.
Blog is one side of a story, not THE side of a story.
10 Comments:
Mungkin ada juga sih blogger yg serius, terutama kalo blogger tsb. berprofesi wartawan, ilmuwan, desainer, etc. Bisa jadi, blognya dia memang dibuat utk. menuangkan ide, berita, pelajaran, dsb. dan cukup dapat dipercaya.
Namun kebanyakan blogger kayaknya sih menulis di blog karena memang suka aja, hobby, dan itung2 ya itu tadi, belajar menulis, menulis redaksi, menuang ide2 dan pikiran tanpa harus bertanggung jawab secara penuh kebenaran yg ditulisnya tadi krn. sebagian besar toh opini, pengalaman pribadi, etc.
Aku sendiri pun setuju kalo blog jangan sampai disama-samakan dengan media massa serius, bisa jadi alternatif utk. melihat berita/kejadian dari sisi yg berbeda.
Dan gue sendiri sbg. blogger ngga merasa dituntut untk. menulis artikel yang bagus dan informatif. Namanya juga blog personal, isinya bisa macem2, tergantung mood dan lainnya lah...Kalau ada ide hot, ya bisa nulis artikel yg bagus dan menarik. Kalau ga ada ide, ya diem aja, tinggal mampir2 di blog orang2 lain..
Peace! :)
good posting Pit.
By Anonymous, at February 02, 2006 5:55 PM
kutip:
tidak berarti dia terbebani oleh berbagai beban norma masyarakat yang sudah terlalu sering menutup mulutnya sebelum dia berani berbicara.
hehehe...gw banget.
By JC, at February 03, 2006 6:25 AM
+1
tapi koran pun sering kali menyampaikan sejumlah propaganda, walaupun memang tidak seeksplisit tulisan-tulisan di blog. kebetulan, ada teman yg datang pada pertemuan yg ditulis di detik.com itu. katanya, yg tertulis di situ memiliki makna yang berbeda dengan apa yg didiskusikan pada pertemuan tersebut. mungkin teman saya ini akan berkomentar dalam waktu dekat.
By Anonymous, at February 03, 2006 6:30 AM
euh mulai dr mana yah ngomentnya? hmmmmm....
yah intinya sebagai salah seorg yg hadir dalam pertemuan di kantor detik waktu, saya pribadi melihat bahwa pertemuan itu bukan mengarah kepada penyama-rataan kedudukan antara blogger dan main-stream media.
Saya lebih melihat bahwa itu adalah semangat untuk mengembangkan sesuatu yg baik, dan menunjukkan kepada org2 bahwa blog bukanlah sekedar tren sesaat. Dan pada pertemuan itu saya lebih melihat pancaran semangat kebersamaan komunitas dan people power di dalamnya.
Jadi mungkin kebetulan saja medianya sekarang adalah blog, tapi yg penting di sana adalah semangat komunitasnya itu.
Dan saya pribadi termasuk org yg menganggap blog itu adalah realisasi pribadi diri masing-masing pemiliknya.....
*duh panjang banget yaks
By Anonymous, at February 03, 2006 6:36 AM
Salam kenal 'pit !
:-) aku dibukakan pikiran ke sisi lain setelah membaca ulasanmu.
Menarik.
aku sisi lain (hingga saat ini) melihat bahwa : blog pantas dikedepankan / dipromosikan ke teman-teman SD - SMP - SMA.
Di blog ada cermin bahwa inilah keberanian berbicara !
Berani dan percaya diri.
Aku sebagai orang tua yang memiliki 3 anak, membutuhkan anak-anaku memiliki jiwa yang percaya diri dengan pendapatnya. Terlebih, aku membutuhkan lingkunan anak-anakku juga memiliki jiwa seperti itu.
Karena anak-anakku akan lebih dibesarkan oleh lingkungannya ....
By Anonymous, at February 03, 2006 8:58 AM
saya setuju dengan feha. di forum itu kita berkali-kali membedakan blog & media massa mainstream, terutama speech yang panjang dari ikhlasul amal. detik pun berkali-kali bilang kalau ini bukan forum antara detik dan blog.
sebenarnya sih disadari atau tidak media massa dan blog itu keduanya subjektif. bedanya yang satu umumnya mengaku objektif dan mendapat persepsi demikian di masyarakat, dan yang satu lagi jujur kalau itu subjektif :).
By Priyadi, at February 03, 2006 9:06 AM
Pit ... pemahamannya gak seperti itu kok. Seperti yang Feha bilang, tidak ada niat utk menyamakan kedudukan ataupun "mengadu" antara jurnalis dan blogger atau antara blog dan mainstream media.
Karena klo blogger disamakan dengan jurnalis maka bisa jadi blogger akan kehilangan kebebasan atau bahkan kejujurannya dalam menulis.
Justru di pertemuan itu, mainstream media (dalam hal ini detikinet) mulai lebih membuka diri terhadap penulis blog dan komunitasnya. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan tempat utk "news from blog" serta rubrik ulasan blog. Detikinet juga akan mengembangkan liputan dan berita yang bertujuan melakukan sosialisasi blog kepada pembaca.
Kenapa? Ya.. karena, seperti yg ditulis detikinet "Dari sisi kualitas konten, antara blog dengan mainstream media sesungguhnya tak jauh beda. Bahkan di beberapa hal, tulisan dari sebuah blog akan bisa lebih mendalam ketika disajikan, karena memang penulisnya, atau biasa disebut blogger, adalah memang orang yang cukup mendalami hal yang ditulisnya tersebut."
Intinya .. blog bukan hanya sekedar trend dan ada "people power" di dalamnya.
Jadi ... teruslah ngeblog! Teruslah menulis apa yg ingin kamu tulis.
eh iya .. salam kenal ah.. heheehhe... belakangan.
By itha, at February 03, 2006 9:22 AM
Naga: Itu dia, melihat dari sisi lain. Tanpa beban tapi memberikan 'rasa' lain. :)
Teh manis: Isn't nice to finally have a way to voice yourself? Keep on writing...
Mahli: Setuju sekali. Satu lagi manfaat blogging, tidak mustahil blogging kemudian bisa menjadi ajang melatih diri untuk sensitif terhadap propaganda terselubung. Dengan membaca banyak macam bahasan, seseorang pun akan bisa melihat 'the bigger picture'. :)
Feha, Priyadi, Itha: Terima kasih untuk komentarnya. Salam kenal. Saya juga berharap semangat blogger tidak hanya trend sesaat.
Masalah subyektifitas, bukankah kejujuran subyektifitas sebuah blog malah memberikan nilai tambah untuk blog sebagai sebuah media?
Subyektifitas media massa lainnya mungkin tidak bisa dihindarkan, tapi paling tidak telah atau bisa diinstitusionalisasikan. Propaganda dan subyektifitas dari sebuah koran, misalnya, berasal dari visi koran tersebut dan para kelompok yang berada di baliknya. Bagi blogging, subyektifitas tidak ada institusi, tapi lebih memberikan gambaran akan identitas diri blogger.
Benny: Terima kasih untuk kunjungannya. Saya sangat setuju bila para muda didorong untuk berani. Tapi mereka juga perlu diberi pengertian bahwa kalau keberanian berbicara berkaitan erat dengan kebebasan berbicara; kebebasan memungkinkan munculnya berbagai sisi 'perceived truth'. Blogging tidak hanya ajang untuk berani berbicara, tapi juga untuk lebih kritis akan sebuah informasi. :)
By Pipit, at February 04, 2006 11:12 AM
Mestinya ada klasifikasi2, kata 'Blog' itu sendiri masih bersifat umum, identik dgn 'Jurnal pribadi'.
By Anonymous, at February 21, 2006 2:33 PM
"... Tidak mustahil rasanya kalau dari blogger kemudian 'naik pangkat' menjadi penulis kawakan...
setidaknya dari blogger pemula menjadi blogger kawakan :D
tapi apakah kawakan itu jaminan? ah itu cuma soal duluan. kualitas tulisan bisa kalah dari pemula.
lho, emang ngeblog itu soal kalah-menang? nggak dong. ngeblog itu soal suka-suka.
By Anonymous, at April 24, 2006 5:54 AM
Post a Comment
<< Home