<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11664549\x26blogName\x3danother+try\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://bla3x.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://bla3x.blogspot.com/\x26vt\x3d4702894869577277822', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

another try

Monday, January 23, 2006

Let's talk about human rights

Setting: 13.30, di sebuah restoran Cina di dekat stasiun kereta api Gare Cornavin.

Lagi makan siang agak telat dan sedang lagi hangat-hangatnya berdebat tentang perempuan dan sistem akademik di Indonesia dan Swiss, tiba-tiba kuping saya yang caplang ini menangkap obrolan dalam bahasa Indonesia di meja di belakang punggung saya. Wah...ternyata ada 3 orang Indonesia yang sedang makan di restoran ini juga. Sambil terus berdebat, kuping ini secara setengah tidak sadar ikut menguping pembicaraan para bapak dan ibu-ibu di belakang. Tiba-tiba kuping saya mendengar potongan pembicaraan yang membuat nafsu makan hilang dengan seketika. Tentang tahu formalin atau bakso tikus? Bukan..bukan..tapi tentang pelecehan hak asasi manusia. Berikut potongannya:

Ibu 1: ya...sebenernya pembantunya sudah minta mau pulang, tapi Pak X nggak kasih karena dia dan keluarganya juga memang harus pulang dalam waktu dekat.
Ibu 2: Bukannya masalah gaji?
Ibu 1: Bukan mbak. Memang sih gajinya tidak sesuai dengan standar gaji pembantu di sini yang katanya sekitar 1400 an lah. Lagipula LSM itu biasanya memalingkan muka kalau masalah gaji, karena mereka tahu kalau gaji pembantu di Indonesia itu jauh lebih kecil daripada di sini.
Tapi ya itu MASALAHNYA ada LSM yang bisa mengawasi kalau standar peraturan ini telah dijalankan atau tidak. Jadi para pembantu bisa melapor kepada LSM ini dan mereka akan bertindak...hehehehe (ketawa nyeleneh)
Kalau Pak X ini memang tidak bermasalah karena gaji pembantu yang tidak sesuai dengan standar, tapi karena masalah hak asasi manusia. Jadi Pak X dituntut karena dianggap tidak menghormati hak asasi manusia pembantunya...hahahahaha (ketawa ngakak nyeleneh)
Pak 1: Ooo..begitu toh..

Saya yang denger langsung naik darah turun kesabaran! Kok ketika ada LSM yang membela kaum kecil (pembantu) dan memastikan kalau hak-hak mereka terpenuhi sebagai seorang manusia dan pekerja malah ditertawakan, dan malah dibilang MASALAH. Apa yang lucu hey Bapak dan Ibu kaum elite Indonesia?!! So what kalau si Bapak X itu mungkin adalah salah satu diplomat Indonesia di sini? Malah bagus kalau dia sampai dituntut ke pengadilan oleh LSM karena dianggap tidak menghargai pembantunya. Mencoreng nama Indonesia, memang! Tapi berapa juta rakyat Indonesia yang akan bersorak gembira kalau para pelanggar HAM di Indonesia juga diperlakukan seperti si Bapak Beliau terhormat. Biar si Bapak dapat malu dan namanya masuk ke dalam rekor kriminalitas di sini, biar si Bapak tahu rasa dan akhirnya sadar kalau nama dan jabatan tidak akan membuatnya kebal hukum seperti halnya dia di 'kandang'.

Malu saya..malu...mendengar ocehan para elite terpelajar yang seperti menganggap bahwa pembantu itu tidak punya hak asasi manusia dan melecehkan mereka, kaum asing, bule, yang membela saudara sebangsanya sendiri. Atau mereka merasa kalau pembantu itu bukan saudara, yang saudara malah si bapak X, pejabat diplomat terkenal? Jadi mereka merasa LUCU kalau ada yang menuntut The Mr. X, karena dianggap tidak pantas atau tidak pada tempatnya? Apa yang lucu? Terangkan-terangkan! Apa kalau rakyat kecil tidak punya hak sedangkan kelas kakap selalu punya hak?

Bukannya malu kalau sampai diplomat yang membawa nama negara sampai bersikap tidak sesuai dengan standar tuan rumah. Nggak usah pakai alasan kalau di Indonesia itu lain, dsb. Ini Jenewa bung! Katanya diplomat, katanya orang terpelajar, kok masalah penting seperti standar buruh sampai diabaikan. When you are in Rome act like Roman. When you are in Switzerland, respect and obey the law!

Bagaimana penghargaan akan hak asasi manusia di Indonesia akan membaik, ketika usaha pihak asing dalam membela kaum lemah bangsanya sendiri malah dilecehkan dan ditertawakan? Mentalitas hierarkis seperti ini hanya akan membuat seorang buta akan pelecehan hak asasi manusia. Harusnya mereka tunduk sembah kepada LSM ini, karena ternyata pihak asinglah yang perduli sama nasib orang Indonesia di negeri asing. Seandainya ada banyak LSM seperti ini di negara Timur Tengah, mungkin tidak akan ada berita penganiayaan, pemerkosaan, dan pembunuhan para TKW. Terima kasih yang harusnya disembahkan ke LSM tersebut, bukan gelak tawa meledek.

Di saat seperti ini saya langsung mencampakkan slogan "right or wrong is my country". Kalau saja berita itu masuk koran, pasti sudah saya kliping dan diberi pigura. Kalau saya tahu nama LSM bersangkutan (saya akan cari tahu dalam waktu dekat), akan saya sumbangkan sedikit penghasilan saya dan akan saya kirimkan kartu ucapan terima kasih dari seorang warga negara Indonesia. Satu yang saya sesalkan, kenapa saya tidak berani mendatangi para bapak dan ibu yang sedang ngobrol itu dan memberi tahu apa yang saya pikir tentang tingkah laku mereka tersebut. Ahh..saya memang pengecut.

Human rights are universal. It applies accross status, wealth, race, religion, and age, as well as its prosecution.

5 Comments:

  • Halo Pipit.
    Menjadi diplomat - dari militer maupun Deplu RI, belum tentu mereka sensitif terhadap tema hak asasi manusia. Karena jabatan mereka itu hanyalah salah satu jalan untuk menjadi kaya (materi), dan melihat, berjalan2 di luar negri, dan sebagian kecil barulah mewakili bangsa.
    Jarang ada diplomat kita yang mempunyai prinsip.
    (I've been there, I heard them, I know their habit, and I feel ashamed).
    Membawa pembantu dari RI ke luar negri, membuat mereka merasa berhak membayar gaji pembantu itu dengan gaji RI - yang sama sekali tidak berarti di luar negri di mana mereka tinggal dan itu berarti perbudakan.

    Panjang yah! dan memang memalukan...
    oke deh semoga komentar2 lain bisa membuat komplit jawaban dari tema ini.

    By Anonymous Anonymous, at January 23, 2006 12:18 PM  

  • Itulah naga, memalukan!

    Buang-buang uang negara saja. Harusnya yang dikirim mewakili negara itu orang yang benar-benar terpelajar, bukan berarti orang yang bertitel sepanjang tali beruk tapi orang yang memiliki pemahaman dan kesadaran.

    Saya sambil menulis postingan ini jadi seperti naga beneran, hidung saya sampai ngos-ngosan, keluar uap panas, sangking geramnya...hihihi

    By Blogger Pipit, at January 23, 2006 12:25 PM  


  • ikut geram .... grrrrrrmpfh.

    emang, banyak diplomat dan pejabat (kecil, besar) yang cuma pengen ke "luar" jalan doang. plus petantang petenteng. padahal semuanya berasal dari pajak yang dibayar oleh keluarga kamu, aku, dan kita di RI.

    macchi

    By Anonymous Anonymous, at January 24, 2006 1:34 AM  

  • Kenapa ya kelihatannya di negara kita domestic workers itu diperlakukan seperti low-class citizens, different food, different treatment, different rights, huger obligation in the household !

    By Anonymous Anonymous, at January 24, 2006 2:54 AM  

  • Macchi: Itulah, sudah pakai uang rakyat kok malah lebih mentereng dari rakyatnya sendiri..*tetap geram*

    Silverlines: Karena masyarakat Indonesia dibutakan oleh kemilaunya status dan kekayaan. Status bakal menghasilkan penghormatan, tidak ada status (atau status negatif) akan menghasilkan penghinaan.

    Pendidikan orang tua juga berpengaruh sekali. Kalau di rumah anak sudah dicekoki kalau bibik itu 'lebih rendah' atau manusia yang berbeda, sampai kapanpun pembantu tidak akan dipandang sebagai manusia yang mempunyai derajat dan martabat yang sejajar dengan para tuan.

    By Blogger Pipit, at January 24, 2006 10:04 AM  

Post a Comment

<< Home