Maman banane
Home sick terkadang muncul tidak diundang dan tidak terduga, tapi susah untuk diabaikan. Rindu dengan keluarga dan teman dapat diobati dengan bincang-bincang di telepon. Rindu dengan berbagai kenikmatan kuliner malah mendorong diri untuk lebih mahir memasak.
Tapi bagaimana dengan rindu akan suasana Indonesia? Rindu dengan pemandangan sekitar, rindu menghirup udara Indonesia (terlepas dari kadar polusinya), atau rindu akan alam Indonesia tidak akan terhapuskan dengan melihat berbagai laporan di televisi atau ratusan photo. Malah kadang membuat dada semakin sesak dan air mata tergenang di sudut mata.
Obatnya...pohon pisang di dalam pot!
Serius, di sini ternyata ada pohon pisang yang bisa tumbuh di dalam pot. Pohon yang saya beri nama "maman banane", karena sudah bertunas 5 dan tetap megah dengan daun-daun lebarnya. Maman banane selalu mengingatkan saya akan halaman belakang rumah. Walaupun tidak bisa berbuah pisang bertandan-tandan, paling tidak mata saya tetap sejuk memandangi ruas-ruas daun pisang yang hijau.
Musim panas, duduk-duduk di beranda apartemen, di samping pohon pisang mini, membaca buku kesayangan dan segelas jus jeruk dingin...ah serasa berada di beranda belakang rumah kembali. Yup, tiada rotan, akar pun jadi. Tidak ada yang asli, yang miniatur pun jadi. :)
Tapi bagaimana dengan rindu akan suasana Indonesia? Rindu dengan pemandangan sekitar, rindu menghirup udara Indonesia (terlepas dari kadar polusinya), atau rindu akan alam Indonesia tidak akan terhapuskan dengan melihat berbagai laporan di televisi atau ratusan photo. Malah kadang membuat dada semakin sesak dan air mata tergenang di sudut mata.
Obatnya...pohon pisang di dalam pot!
Serius, di sini ternyata ada pohon pisang yang bisa tumbuh di dalam pot. Pohon yang saya beri nama "maman banane", karena sudah bertunas 5 dan tetap megah dengan daun-daun lebarnya. Maman banane selalu mengingatkan saya akan halaman belakang rumah. Walaupun tidak bisa berbuah pisang bertandan-tandan, paling tidak mata saya tetap sejuk memandangi ruas-ruas daun pisang yang hijau.
Musim panas, duduk-duduk di beranda apartemen, di samping pohon pisang mini, membaca buku kesayangan dan segelas jus jeruk dingin...ah serasa berada di beranda belakang rumah kembali. Yup, tiada rotan, akar pun jadi. Tidak ada yang asli, yang miniatur pun jadi. :)
4 Comments:
Aiiih..aih..idenya bagus juga Pit...! Memang kadang menyakitkan ya Pit kalau ingat kampung halaman, apalagi kalau ingat bakso Sony ;)! Khusus aku, Kalau kangen pohon pisang, aku pergi ke "Les Halles" pusat perbelanjaan terkenal di Paris. Disitu, ada tanaman2 à la tropis yang gede2 Pit, termasuk pohon pisang yang lumayan tinggi ;)!
By Anonymous, at January 15, 2006 6:14 PM
Aih aih pipit, memang otak bisa lebih kreatif salah satunya kalau sudah kepepet :-) Ngomong2 bisa sampai berbuah nggak pisang nya?
Btw, kapan gua bisa nyobain masakan elo ya?
By Anonymous, at January 15, 2006 6:26 PM
voilà
saya pun sering homesick, bukan dengan polusinya.
By Anonymous, at January 15, 2006 8:41 PM
Sikrit: Sudah 'krit jangan nyebut-nyebut bakso Sony, bisa nangis beneran entar. *snif*
Wira: Yee dikau bacanya disimak dong. Kan sudah dijelaskan kalau si maman banane tidak bisa berbuah, tapi bisa bertunas. :)
Macchiato: Gue nggak pernah rindu sama polusi knalpot mobil, tapi sering banget kangen sama polusi asap tukang sate. Hihihi.
By Pipit, at January 17, 2006 10:22 AM
Post a Comment
<< Home