Liburan
Liburan itu bagi saya adalah waktu dimana kita bisa berhenti berada di dalam rutinitas hidup dan melakukan hal-hal yang berbeda yang dapat memberikan energi baru bagi diri yang lelah. Liburan adalah waktu dimana kita seharusnya bisa bebas dalam melakukan apa yang kita inginkan dan bukan apa yang seharusnya kita lakukan.
When did I really have a vacation?
Ketika masih di bawah umur dan masih di bawah naungan orang tua, liburan pun selalu diisi dengan liburan keluarga. Menjenguk nenek di kampung atau relatif di luar kota. Tapi saya masih ingat sebalnya saya harus dempet-dempetan di mobil selama 24 jam, atau harus tabah duduk di dalam bis antar kota berjam-jam. Berbagi waktu bersama orang-orang asing, dan hanya memiliki ruang antar tempat duduk sebagai ruang gerak dan privasi benar-benar bukan liburan. Hanya bisa ke kamar kecil ketika bis atau mobil singgah di tempat makan, dan tidak bisa mandi seperti biasanya atau sekedar mencuci tangan dan kaki ketika saya merasa mereka perlu dicuci, membuat saya merasa dekil.
Sewaktu tiba pun jiwa tidak bisa bebas. Harus pandai membawa diri menumpang di rumah orang. Harus pandai membawa diri ketika dihadapkan ke om, tante, nenek, kakek, yang asing namun adalah bagian keluarga yang harus diterima dan disayangi sepenuh jiwa dan raga. Harus merasa senang ketika bertemu dengan sepupu dan harus langsung akrab dan main bersama. Terlepas dari apakah terakhir bertemu sepupu itu 5 atau 10 tahun yang lalu, or the fact that she or he has their nose up in the air and treat you with a distance like you are an alien entity.
Saya masih ingat dengan jelas letihnya saya memasang senyum palsu di depan semua orang, atau bermanis-manis ketika yang benar-benar ingin saya lakukan adalah membaca buku dengan tenang di beranda belakang rumah. Juga masih jelas dalam ingatan muaknya saya akan kepura-puraan setiap orang dan jemunya saya menjawab berbagai pertanyaan sanak keluarga dengan kalimat otomatis yang mereka ingin dengar.
Tidak jarang saya dianugerahi tatapan tajam dari mama saya ketika saya mulai menunjukkan diri saya yang sebenarnya. Dan ketika saya menurunkan tameng sosial dan mencampakkan topeng anak manis, cubitan rahasia pun mendera tubuh samping saya. Saya ingat waktu itu hati saya menjerit.."ini sih bukan liburan namanya!"
Beranjak dewasa, hidup pun menganugerahkan kesempatan untuk mencoba hidup jauh dari orang tua walaupun tidak berarti lepas dari naungan mereka. Sedikit ruang gerak dalam ruangan yang batasnya tidak beranjak tapi lebih fleksibel. Liburan pun diisi dengan kembali ke ruang pengaruh orang tua, kembali ke rumah yang nyaman namun penuh dengan keteraturan yang menyesakkan. Liburan bukannya diisi dengan 'kebebasan', tapi malah memaksa kebebasan (semu dan sementara) yang baru saja direngguk untuk harus kembali dibatasi oleh kotak yang diciptakan oleh orang tua.
Masa kuliah dimana saya bebas untuk pergi kapan saja dan kemana saja memanjakan saya dengan kebebasan yang sungguh manis bagi remaja seperti saya waktu itu. Kunci kamar kos atau rumah kontrakan dirasakan seperti kunci ajaib bagi kebebasan. Saya pun memiliki ruang dan waktu sendiri, tidak hanya untuk having fun tapi juga untuk terpuruk dan bangkit kembali.
Akhirnya saya pun lepas dari naungan orang tua. Di depan saya terbentang kebebasan yang saya impikan, dan tidak lupa tanggung jawab yang menyertainya. Saya pun membatin..."mungkin akhirnya saya akan mendapatkan liburan yang saya idam-idamkan." Tapi tidak segampang itu. Tanggung jawab yang bertubi-tubi dan masa depan yang penuh dengan kesempatan dan tantangan membuat saya terkunci dalam rutinitas baru. Liburan pun menjadi barang mewah. Something that we cannot afford yet.
Kapan saya akhirnya bisa menikmati liburan impian?
When did I really have a vacation?
Ketika masih di bawah umur dan masih di bawah naungan orang tua, liburan pun selalu diisi dengan liburan keluarga. Menjenguk nenek di kampung atau relatif di luar kota. Tapi saya masih ingat sebalnya saya harus dempet-dempetan di mobil selama 24 jam, atau harus tabah duduk di dalam bis antar kota berjam-jam. Berbagi waktu bersama orang-orang asing, dan hanya memiliki ruang antar tempat duduk sebagai ruang gerak dan privasi benar-benar bukan liburan. Hanya bisa ke kamar kecil ketika bis atau mobil singgah di tempat makan, dan tidak bisa mandi seperti biasanya atau sekedar mencuci tangan dan kaki ketika saya merasa mereka perlu dicuci, membuat saya merasa dekil.
Sewaktu tiba pun jiwa tidak bisa bebas. Harus pandai membawa diri menumpang di rumah orang. Harus pandai membawa diri ketika dihadapkan ke om, tante, nenek, kakek, yang asing namun adalah bagian keluarga yang harus diterima dan disayangi sepenuh jiwa dan raga. Harus merasa senang ketika bertemu dengan sepupu dan harus langsung akrab dan main bersama. Terlepas dari apakah terakhir bertemu sepupu itu 5 atau 10 tahun yang lalu, or the fact that she or he has their nose up in the air and treat you with a distance like you are an alien entity.
Saya masih ingat dengan jelas letihnya saya memasang senyum palsu di depan semua orang, atau bermanis-manis ketika yang benar-benar ingin saya lakukan adalah membaca buku dengan tenang di beranda belakang rumah. Juga masih jelas dalam ingatan muaknya saya akan kepura-puraan setiap orang dan jemunya saya menjawab berbagai pertanyaan sanak keluarga dengan kalimat otomatis yang mereka ingin dengar.
Tidak jarang saya dianugerahi tatapan tajam dari mama saya ketika saya mulai menunjukkan diri saya yang sebenarnya. Dan ketika saya menurunkan tameng sosial dan mencampakkan topeng anak manis, cubitan rahasia pun mendera tubuh samping saya. Saya ingat waktu itu hati saya menjerit.."ini sih bukan liburan namanya!"
Beranjak dewasa, hidup pun menganugerahkan kesempatan untuk mencoba hidup jauh dari orang tua walaupun tidak berarti lepas dari naungan mereka. Sedikit ruang gerak dalam ruangan yang batasnya tidak beranjak tapi lebih fleksibel. Liburan pun diisi dengan kembali ke ruang pengaruh orang tua, kembali ke rumah yang nyaman namun penuh dengan keteraturan yang menyesakkan. Liburan bukannya diisi dengan 'kebebasan', tapi malah memaksa kebebasan (semu dan sementara) yang baru saja direngguk untuk harus kembali dibatasi oleh kotak yang diciptakan oleh orang tua.
Masa kuliah dimana saya bebas untuk pergi kapan saja dan kemana saja memanjakan saya dengan kebebasan yang sungguh manis bagi remaja seperti saya waktu itu. Kunci kamar kos atau rumah kontrakan dirasakan seperti kunci ajaib bagi kebebasan. Saya pun memiliki ruang dan waktu sendiri, tidak hanya untuk having fun tapi juga untuk terpuruk dan bangkit kembali.
Akhirnya saya pun lepas dari naungan orang tua. Di depan saya terbentang kebebasan yang saya impikan, dan tidak lupa tanggung jawab yang menyertainya. Saya pun membatin..."mungkin akhirnya saya akan mendapatkan liburan yang saya idam-idamkan." Tapi tidak segampang itu. Tanggung jawab yang bertubi-tubi dan masa depan yang penuh dengan kesempatan dan tantangan membuat saya terkunci dalam rutinitas baru. Liburan pun menjadi barang mewah. Something that we cannot afford yet.
Kapan saya akhirnya bisa menikmati liburan impian?
5 Comments:
kadang holiday saya cuman bangun siang ngga mandi seharian have some great time with tigger makan semua makanan ngga sehat yang seringkali saya hindari nyanyi2 dan disko2 sendiri, malamnya capek gue tidur, besoknya fresh macam abis liburan ;)
creativity and imagination :D
By Anonymous, at November 12, 2005 7:49 PM
betul, liburan buat orang sibuk ato yang tidak sempat (tidak sempat=gak punya waktu, waktu=uang, ergo tidak sempat=tidak ada uang hehe) untuk pergi ke suatu tempat lain bisa macem2... kayak si supir taxi di collateral yang liburan cuma dengan ngeliat postcard gambar pulau yg dia bawa kemana2...
buat gw sih liburan itu adalah berhenti dari segala kegiatan rutin yang biasa gw lakukan, tidak ada kerja, deadline, ato main game hehe (i even didn't touch any computers, not counting the pda though...). kemaren waktu lebaran akhirnya bisa juga kayak gitu, walau harus ikut2an arus mudik, but in the end it's really worth the troubles :\
bottom line is, liburan gunanya buat ngilangin kejenuhan, kalo abis liburan tetap jenuh (ato kelamaan liburan jadi jenuh pengen balik kerja lagi? gak mungkin!), buat apa?
if you're really feel you've earned yourself the vacation, why don't just try to enjoy it?
By Anonymous, at November 13, 2005 5:55 PM
Liburan impian kamu seperti apa nih?
By Anonymous, at November 14, 2005 12:20 PM
Nana: Memang bener sih, liburan kadang nggak perlu jauh-jauh. Yang penting imajinasi atau sesuatu yang simple tapi santai.
Edo: Itu dia yang diinginkan, something different from my life routine.
Naga: Liburan impian saya pergi ke tempat baru yang sama sekali nggak dikenal dengan seorang atau beberapa teman baik. Punya cukup uang jadi nggak perlu ngitung2 uang setiap malam di kamar hotel, dan punya cukup waktu untuk menikmati kehidupan masyarakat yang sama sekali berbeda. Terlalu menuntut nggak sih?
By Pipit, at November 14, 2005 6:13 PM
Here's a suggestion that you've probably heard of: pick a country/region on earth you wanna go to, buy a lonely planet travel guide for that country/region (try the ones with the budget advice if you need one), plan your travel accordingly, and poof! off you go... :D
Jangan lupa oleh2 tentunya heheh...
Another suggestion: wait for the new harry potter movie next week, it's a lot cheaper that way heheh (3hrs of fun, i hope...)
By Anonymous, at November 14, 2005 11:42 PM
Post a Comment
<< Home