<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11664549\x26blogName\x3danother+try\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://bla3x.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://bla3x.blogspot.com/\x26vt\x3d4702894869577277822', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

another try

Friday, January 06, 2006

Kapankah harus mulai mengepakkan sayap?

Beberapa hari yang lalu sewaktu lewat di depan tempat penyewaan DVD mata saya tertumbuk pada poster film komedi. Poster itu intinya mengolok-olok pemuda berumur 27 tahun masih tinggal di rumah orang tuanya. Sambil nyengir pikiran pun tersentak. Beda, beda sekali dengan Indonesia.

Persepsi akan kemandirian sungguh berbeda. Di Indonesia, tinggal bersama orang tua adalah sesuatu yang normal bagi mereka yang belum menikah atau yang baru menikah. Tidak akan ada yang mentertawakan kenyataan bahwa seorang berumur 27 masih tinggal di bawah atap orang tua, walaupun mungkin ada yang berkomentar miring ketika ada perempuan yang belum menikah dengan umur setua itu. Saya pun jadi berpikir, betapa terlambatnya seorang manusia Indonesia dituntut untuk mandiri. Alangkah nyamannya norma masyarakat yang mengijinkan seorang anak berlama-lama menikmati hangatnya sarang induk mereka.

Saya berbicara tentang hal secara umum. Saya yakin banyak dari para muda yang harus mandiri karena tuntutan keadaan. Tuntutan keadaan, itu intinya. Mereka yang mandiri dari dini adalah kasus khusus, karena ada tuntutan keadaan. Tapi bagi para muda di sini, mereka yang TIDAK mandiri dari dini adalah kasus yang khusus. Mereka mandiri bukan karena tuntutan keadaan, tapi memang tuntutan hidup. Jalan menuju kemandirian sudah harus mereka tapaki ketika umur menginjak angka 20. Tidak heran kalau para muda di sini jauh lebih mandiri, karena mereka menganggap kemandirian adalah sesuatu yang tidak perlu dikeluhkan tapi untuk dijalani dan dinikmati. Bekerja paruh waktu pun dijalani sejak muda, dan hidup lepas dari orang tua merupakan suatu normalitas.

Orang tua kadang terlalu sayang dan khawatir akan kesejahteraan anak-anaknya. Sehingga mereka pun selalu berusaha 'merangkul' putra-putrinya seperti layaknya induk ayam. Banyak orang tua yang tidak mau 'melepas' anaknya untuk hidup jauh dari mereka, dan selalu berjaga-jaga di belakang kalau-kalau si anak jatuh, untuk selalu menolongnya untuk berdiri kembali. Anak pun menjadi terbiasa dengan si safety net. Dirinya pun selalu mengandalkan orang tuanya, enggan untuk mencoba terbang dan jatuh.

Sedihnya, jarang anak yang mempertanyakan perhatian orang tuanya tersebut. Bagi mereka sudah sepantasnya orang tua menuntun mereka sejauh apapun yang mereka mau. Mereka kadang malah mengharapkan orang tua untuk terus mendukung mereka tanpa mau bertanya masih patutkah saya merepotkan orang tua?

Kenapa tidak mencoba mengepakkan sayap lebih dini? Kenapa tidak diperbolehkan meninggalkan sarang lebih awal? Kenyamanan tidak selamanya baik, kenyamanan kadang berbuah ketidakperdulian. Langkah manusia tercipta karena dorongan dan tantangan, bukan tumpukan bantal nyaman di sudut ruangan.

*Picture from National Geographic

15 Comments:

  • Kalau dibilang biasa (diterima) masyarakat ya gak juga sih, tahu kan hobi orang bicara di belakang, yaa begitu lah :)

    WiRa

    By Anonymous Anonymous, at January 06, 2006 6:50 PM  

  • Orang hidup di akar budaya yang beda. Orang jawa umumnya, tidak begitu mengenal dengan istilah merantau. Beda dengan orang Minang, di mana setiap lelaki dewasa ada sebuah adat yang "mewajibkan" mereka merantu ke negeri seberang. Di luar negeri, mungkin juga memiliki budaya tersendiri. Karena pengaruh budaya inilah maka pandangan-pandangan "menghina" bisa jadi nyata. Mana yang lebih baik? Tentu setiap orang punya persepsi.

    Kadang saya juga merasakan "terkungkung" oleh sikap orang tua. Tetapi, sedikit demi sedikit akhirnya saya juga bisa "keluar" dari rumah dan jauh dari orang tua. Padahal awalnya, saya juga sempat mikir, apakah saya bisa mandiri di luar sana? Ternyata bisa ---tanpa menggantungkan biaya makan dan hidup.

    By Blogger imponk, at January 06, 2006 7:16 PM  



  • Saya mengerti postingan ini dengan baik.

    Namun, bisakah bayangkan remaja "middle class" usia 12-13 tahun di JKT (dengan materi sekolah yang mahaberat) bekerja paruh waktu di belakang counter McDonald's spt layaknya di negara industrialis barat.

    Bukankah bak membandingkan apel dengan melon?

    Plus di RI, banyak orang tua yang tinggal dengan anak2nya; dan tinggal dengan harmonis. Hal yang jarang terjadi di sini bukan.

    By Anonymous Anonymous, at January 06, 2006 9:21 PM  

  • Saya dulu mengartikan mandiri itu dengan bekerja sendiri, punya duit sendiri, tidak "minta" lagi ke orang tua.

    Saya salah.

    Mandiri lebih dari sekedar mengandalkan orangtua. Mandiri itu sebetulnya tentang kebebasan. Dan dari setiap kebebasan datang tanggungjawab.

    Bagi gw sekarang, mandiri itu punya duit sendiri (duit urusan teknis) dan sebisa mungkin membujuk rayu orang tua supaya bisa tinggal bersama gw (kalo yang ini urusan 'hati').

    Dan sekarang, hehe, saya belum mandiri secara gw masih belum mampu membalas budi baik orang tua saya :)

    By Anonymous Anonymous, at January 07, 2006 11:13 AM  

  • Wira: Bukan diterima masyarakat, tapi lebih pola pikir yang dibentuk oleh norma masyarakat dan budaya.

    Omongan di belakang itu tidak perlu didengerin. Kalau mereka tidak berani untuk ngomong di depan muka kita, it does not worth it!

    Imponk: Budaya tidak bisa dibandingkan, dan memang saya tidak bermaksud membandingkan. Tapi kadang kita bisa dong belajar dari budaya yang lain. Bukan berarti harus menelan mentah-mentah, tapi ditelaah yang mungkin bisa meningkatkan diri kita sendiri.

    Menurut saya, banyak juga kok norma budaya Asia yang harus dicontoh Eropa, seperti hormat dan perduli dengan kaum manula atau hormat pada guru.

    Macchiato: Emang nggak mungkin disamain atau bahkan dibandingin. Kondisinya kan beda banget. Tapi pola pikir kan bisa dirubah. Kalau memang sikon tidak memungkinkan untuk part-time, paling tidak kan bisa mulai sadar akan perbedaan antara menerima perhatian yang wajar dari orang tua dan terlalu bergantung pada orang tua.

    Bener banget, di sini jarang ada anak yang bisa tinggal serumah dan harmonis. Kadang jadi mikir, apa karena ini mereka mau secepatnya pisah dari ortu, atau karena mereka sudah seharusnya mereka jadinya hubungan antar anak dan ortu jadi tegang ketika masih tinggal serumah? Chicken and eggs.

    Andry: Cucu setuju dengan prinsip mandiri mbah. Bijaksana sekali. :)

    By Blogger Pipit, at January 07, 2006 11:27 AM  

  • Piiit judul film yang Pipit maksud film Tanguy bukan?. Ah filmnya lucuuu. Kalau benar itu, aku sdh nonton wkt di Jakarta, itu film awal thn 2000an, lumayan bisa menyentil ya.Temannya Patrick malah di usia 30 baru tinggal pisah dari ortunya.

    Dilematis budaya seperti itu! Yang dirugikan adalah manula. Harus hidup tanpa keluarga baik di apart maupun di rumah jompo, padahal mereka kan masih butuh kasih sayang anak2 mereka :(
    Tapi, memang semua itu terpulang dari budaya masing2 :(!


    ps: Pit aku baru nemu blogmu ini, aku suka nengok FSmu, tapi alamat blognya nyempil ;) asiiiknya skrg bisa baca tulisan2mu :)

    By Anonymous Anonymous, at January 09, 2006 2:32 AM  

  • ...

    Benerankah itu film Tanguy yg dimaksud ?

    Hihi, sayapun telah nonton film ini yg rada fou-fou ngga deng rada beda tema dg film French lainnya.

    Taukah, di Italia lebih parah lagi, banyak over 30s -bahkan 40s- yang masih tinggal dan didukung secara finansial oleh ortunya.
    Alasan, krn kebudayaan mrk emang menolelir hal tsb (kontras dg kultur Anglo, 17-18 udah angkat kaki) dan tingginya biaya hidup plus tdk ada jaminan sosial chomage di Italia. Jadi keluargalah pilar utama société.

    ciao
    espresso.over-blog.com

    ...

    By Anonymous Anonymous, at January 09, 2006 11:50 AM  

  • Ciaoo Machiato...slm knl ya! (numpang ya pit :)
    Mang bner, adik iparku yg di Rome juga blg kalo org Italia rasa kekeluargaannya kental juga, gk jauh beda dengan Indo. Satu contoh ketika aku bawa babyku ke Roma, waah, dari anak2 ampe kakek2 pada nyoel2in babyku ;)!

    By Anonymous Anonymous, at January 09, 2006 1:42 PM  

  • kalo di spanyol Pit, sampe umur 40 an ada yg masih tinggal sama mami dan papi, soalnya harga rumah selangit! tiap tahun bisa naik 17%...

    By Anonymous Anonymous, at January 09, 2006 4:14 PM  

  • Hemm..gue nggak tahu pasti judulnya apa. Abisnya cuma sambil lewat doang. Biasa..kalau jalan matanya suka jelalatan kemana-mana..hihi.

    Baru tahu kalau di Italia ternyata ada tradisi seperti itu. Kalau masalah harga rumah (atau appt) naga, di sini juga sudah mulai susah. Ada housing deficit. Tapi pemuda-pemudi tetep aja keluar rumah sekitar umur 20 an, walaupun mereka rela empet-empetan di appt. Sharing sama temen-temennya.

    By Blogger Pipit, at January 09, 2006 4:50 PM  


  • LOL, liat poster filmnya sambil jalan? Euh jgn-jgn filmnya "40yo virgin" baah itu mah beda jauh bgt dengan Tanguy.

    Sikrit: slm knl pula. sori, saya ngga bisa tinggalkan pesan krn ngga punya acct multiply (dan terlalu males m'inscrire).
    Makasih buat pipit, hehe, sori blognya jadi tumpah ruah gini ... hmmm akankah kamu menerapkan congestion tax bak di London? lol

    ciao a tutti


    By Anonymous Anonymous, at January 09, 2006 11:50 PM  

  • Macchiato, Hihihi..bukan..bukan 40yo virgin. Walaupun sama-sama belum nonton.

    Congestion tax..kagaklah. Nggak akan sampai segitunya. LOL. Seneng kok kalo eloe jadi bisa kenal ama sikrit. Kalau mau latihan bahasa perancis, sikrit nih jagonya. Wong tinggalnya aja di Paris, iya nggak 'krit? :)

    By Blogger Pipit, at January 10, 2006 1:18 PM  

  • *Ya Olloh Piit, daku aja masih trs belajar bhs Prancis, jangan2 malah pipit udah lebih jago dariku! Atau malah ntar Ilhan (bayiku red) yang jadi guruku ;)

    *Iya nih Pit seneng juga ya dapat teman baru. Seneeeng juga bisa baca2 blogmu ini, bagus2 n berkualitas isinya :)! Kalau aku, sukanya nulas nulis di blognya FSku atau di Multiply. Sebenernya aku juga punya blog, tapi tampilan blognya masih blm beres :)!

    *Senengnya bisa diskusi di blogmu ini, tambah wawasan ya Pit!!

    Numpang sekalian ngucapin Selamat Idul Adha, buat Pipit dan teman Pipit yg merayakannya!

    By Anonymous Anonymous, at January 10, 2006 8:06 PM  

  • ...

    maouais je sais bien.

    mais en fait on sait ce que l'on dit des Parigots .... qu'ils sont tout ...... (hehe bisa diisi apapun terusannya)

    un abbracio a tutti
    macchiato

    By Anonymous Anonymous, at January 11, 2006 6:55 AM  

  • klo menurut q mandiri emang sulit. qt bs aja cpt2 pengen mandiri, tapi belum tentu kan ortu qt setuju ngelepas gitu aja. apalagi q cwew, wah....ortu kawatirnya minta ampun.
    umur sih nggak jadi masalah, asalkan qt siap tuk ngadepin apapun yang nanti akan terjadi, ya nyante aja kan.....:)

    By Anonymous Anonymous, at November 15, 2006 6:10 AM  

Post a Comment

<< Home