<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11664549\x26blogName\x3danother+try\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://bla3x.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://bla3x.blogspot.com/\x26vt\x3d4702894869577277822', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

another try

Wednesday, August 31, 2005

Resep praktis sekali...

Setelah menulis tentang pesta yang praktis, tidak afdol rasanya kalau tidak menulis tentang resep masakan yang praktis. Resep yang bisa bikin setiap jamuan makan atau pesta menjadi lebih ringkes. Resep praktis ini juga bermanfaat bagi mereka yang sedang diet, atau sebagai cemilan bagi si kecil.

Crudité à la sauce mayonaisse (lalapan dengan saus mayonaisse)

Bahan:
- Wortel
- Kembang kol
- Paprika (buang bijinya)
- Ketimun

Seluruh sayuran dicuci dengan air matang sampai bersih, kemudian dipotong korek api memanjang.

Saus:
- Mayonaisse
- Bubuk cabe
- Bubuk bumbu kari atau bumbu lainnya
- Saus tomat

Mayonaisse dicampur dengan bubuk cabe ATAU bumbu kari ATAU saus tomat (tidak dicampur semuanya). Masukkan ke dalam mangkok.

Sajikan sayuran di piring, dengan mangkok berisi berbagai ragam saus mayonaisse di sampingnya. Cara memakannya seperti rujak petis. Sayuran tinggal dicocol saus. Enak, sehat, dan praktis.


Salade de fruits (koktil buah)

Bahan:
- 4-6 buah apel (kalau bisa dengan jenis yang berbeda, yang kulitnya hijau dan merah. Rasa akan lebih meriah, dan warna pun makin ramai. Jangan dikupas, dan dipotong dadu-dadu)
- 1 buah mangga (potong dadu-dadu)
- Melon secukupnya (potong dadu-dadu)
- Anggur secukupnya (lebih baik yang berwarna hijau, karena daging buah lebih kering. Belah dua memanjang)
- Pisang secukupnya (dipotong bulat-bulat, jangan terlalu tipis)
- Jeruk sunkiss secukupnya (dikupas kulitnya lalu dipotong dadu-dadu)
- 1 buah jeruk nipis (ambil airnya)
- Gula pasir secukupnya

Cuci bersih semua buah, lalu potong-potong. Masukkan ke dalam mangkok. Lalu siram dengan air jeruk nipis, aduk-aduk sampai merata. Taburkan gula pasir secukupnya, sambil terus diaduk. Biarkan selama 10 menit, cicipi. Kalau kurang manis tambahkan kembali gula pasir. Masukkan ke dalam lemari pendingin.

Sajikan dalam keadaan dingin, dalam mangkok kecil. Untuk mempermanis, letakkan selembar daun mint di atas permukaan buah.

Dongeng pengantar minum teh pagi hari

Alkisah terdapatlah sepasang anak laki-laki dan perempuan. Mereka duduk bersebelahan selama satu tahun di kelas tiga suatu sekolah dasar Kristen.

Di sekolah tersebut, setiap pagi, sebelum pelajaran pertama dimulai guru pun akan membimbing setiap muridnya untuk menyanyikan lagu pujaan kepada Tuhan. Lagu yang merdu yang dilantunkan oleh setiap mulut mungil si kecil, sambil menundukkan kepala, memejamkan mata dan kedua tangan yang bersatu di depan dada.

Anak perempuan yang menganut agama yang berbeda, patuh kepada kedua orang tuanya, tidak bernyanyi seperti layaknya yang lainnya. Walaupun terkadang ia hanyut di dalam lantunan lagu tersebut. Dia selalu menundukkan kepala, diam, tidak memejamkan mata, dan tidak memposisikan tangannya untuk berdoa.

Suatu hari, teman sebangkunya bertanya, "Kenapa kamu tidak berdoa?"

Dia pun menjawab, "Orang tua saya berpesan agar tidak berdoa seperti kamu. Saya tidak berdoa seperti kamu, karena saya beragama lain. Tuhan saya lain dengan Tuhan kamu."

Si anak laki-laki pun kembali bertanya, "Agama kamu apa? Tuhan kamu siapa? Apa bedanya dengan agama saya?"

Dijawab dengan halus, "Saya beragama Islam, dan Tuhan saya Allah. Dibaca Awlah, bukan Allah seperti yang dibilang oleh pendeta di gereja. Kitab saya Al Qur'an bukan Alkitab."

Anak laki-laki pun semakin penasaran, "Al Qur'an itu seperti apa? Kamu berdoa bagaimana? Lagunya lain ya?"

Si anak perempuan kemudian berjanji untuk membawa Al Qur'an kecilnya keesokan harinya untuk ditunjukkan kepada teman sebangkunya. Temannya pun berjanji untuk membawa Alkitabnya, untuk ditunjukkan dan dibandingkan.

Keesokan harinya, anak perempuan itu pun menunjukkan Al Qu'ran kecilnya yang berhasil disembunyikan di dalam tasnya. Karena dia tidak yakin orang tuanya akan mengerti kenapa dia perlu membawa buku suci itu ke sekolah.

Ketika dia menunjukkan Al Qur'an kecilnya, teman sebangkunya pun kagum melihat abjad arab yang asing baginya dan tidak dia mengerti sama sekali.

Si anak perempuan pun membacakan Alif Ba Ta Sa kepada temannya, dan kemudian melantunkan salah satu doa kesayangannya. Bocah laki-laki itu hanya diam namun mendengarkan dengan penuh perhatian, berusaha untuk menghargai lantunan doa asing temannya tersebut.

Kemudian dia menyodorkan Alkitab kecilnya, menunjukkan kisah kesayangannya. Pasangan anak laki-laki dan perempuan itu pun bersama-sama membaca salah satu cerita dalam Injil tersebut. Anak perempuan itu kemudian mengerti mengapa cerita tersebut menjadi cerita favorit temannya, temannya yang dia sayangi.

Anak perempuan itu pun tumbuh sebagai seseorang yang mengenal dua pemahaman ajaran agama yang berbeda. Ia pun tumbuh sebagai orang yang menolak untuk membenci mereka yang beragama lain. Pengalaman cinta masa kecilnya, memberikan pengertian bahwa cinta itu terlepas dari embel-embel warna kulit atau kepercayaan.

Dia pun selalu menanamkan kepada dirinya bahwa manusia itu harus mengasihi manusia yang lain, seperti yang dipesankan oleh "Bahasa Kasih", lagu kesayangannya. Lagu yang merupakan salah satu lagu di buku lagu pujian gereja, yang selalu ia nyanyikan dengan lantang dan sepenuh hati, walaupun dia sadar bahwa lagu itu adalah bagian dari agama yang lain.

Monday, August 29, 2005

Kenapa...

"What have I achieved in my life?"

A question that I have been asking to myself too much lately. So far, I cannot provide a single answer.

Finally I realize one aim of my life: to be able to answer this question.

Friday, August 26, 2005

Pesta murah dan benar-benar meriah

Siapa sih nggak suka diundang pesta? Mungkin jarang. Tapi mungkin banyak yang sebal kalau harus mengadakan pesta atau jamuan makan. Kerjaannya itu lho, banyak banget. Harus menyiapkan menu, memasak, memikirkan suasana, menyiapkan peralatan makan yang pantas, dsb. Kalau nyokap udah mengumumkan kalau dia akan mengundang teman-temannya untuk acara arisan atau sekedar makan siang/malam bersama, saya sudah lemas duluan.

Sampai di sini saya kemudian dikenalkan dengan jenis pesta yang diberi nama Buffét Canadian. Pesta yang mengakomodasi kebiasaan para muda-mudi di sini yang senang rame-rame, namun tidak menguras kocek mereka yang sudah sangat dangkal.Buffét Canadian itu pesta dimana setiap undangan harus membawa makanan atau minuman. Jadi si tuan rumah tidak perlu masak seabrek-abrek, dan menghabiskan budget bulanan, untuk bisa mengadakan pesta dan kumpul dengan teman-temannya.

Para undangan diberi pilihan mau membawa salé (asin), sucré (manis) atau minuman (alkohol atau non-alkohol). Asin itu jenis makanan berat, pembuka, atau makanan ringan yang bukan kue. Manis itu biasanya pencuci mulut istilah kerennya dessert.

Selain menyiapkan makanan, tugas si penyelenggara acara adalah memastikan bahwa jumlah makanan yang asin dan manis seimbang. Tugas yang tidak gampang, terbukti hampir semua buffét canadian yang saya kunjungi pasti 'berat sebelah'.

Pesta ini benar-benar praktis. Tuan rumah hanya perlu memasak beberapa jenis makanan dengan kuantitas yang tidak berlebih-lebihan, dan peralatan makan pun cukup yang bisa langsung dibuang. Jadi tidak perlu sampai memperkaryakan pembantu sebelah untuk membantu mencuci piring. Dan kadang tuan rumah bisa meminta undangannya untuk memasak kesukaan si tuan rumah. Saya pasti diminta memasak bakmi goreng atau sate ayam, orang Eropa paling seneng sama kecap manis..heran.

Lagipula, yang dimakan pun jadi meriah. Setiap tamu bisa mencicipi berbagai makanan (kadang sampai 10 jenis sekaligus) dalam satu malam. Kebayang dong serunya mencicipi salad kentang, salad pasta, polpette (bakso ala Itali), empenadas (perkedel kentang ala Spanyol), bakmi goreng, gratin de pomme de terre (skutel kentang yang dilumuri keju), dan berbagai daging yang dimasak dengan khas berbagai negara atau daerah.

Yang lebih seru waktu mencicipi pencuci mulut. Saya pernah mencicipi 2 jenis chocolate cake (ala Austria dan ala Perancis), 2 jenis Tiramisu (yang pakai coklat bubuk atau coklat cair), lemon cake, apple pie, roseberry pie, pear pie, green tee cake, dan ice cream, hanya dalam satu malam! Gratis pula.

Coba kalau ada sistem seperti ini di Indonesia, mungkin calon tuan rumah tidak akan pusing kepala. Kita pun mungkin bisa mencicipi berbagai masakan khas daerah nusantara dan menikmati keahlian memasak setiap teman kita. Kocek tetap tebal, silahturami terjaga, pengalaman kuliner bertambah, dan yang pasti tetap having fun!

Thursday, August 25, 2005

Wajah baru

Akhirnya blog saya pun berganti wajah. Thanks to Wira, perancang blog pribadi saya..hihi.

Seperti kata si perancang, lay out yang baru ini memang lebih rapi. Ditambah sekarang sudah ada wajah di balik nama pipit. :)

Semoga berkesan, dan semoga makin sering mampir. *Promosi*

Perpustakaan..saya datang!

Hari ini adalah salah satu hari males-malesan saya, bukannya nggak ada tugas atau kerjaan. Tugas dan kerjaan masih numpuk, sangking banyaknya sampai bikin saya ogah nulis agenda, abisnya takut panik ngeliat deadline yang semakin mendekat. Tapi berbeda dengan kemarin dimana saya benar-benar gelendotan kayak koala ngeliat dahan pohon nganggur, hari ini saya bertekad harus keluar rumah.

Akhirnya pergilah saya ke jalan pertokoan utama di kota ini, jalan yang sungguh menyejukkan mata tapi membakar isi dompet. Berhubung habis baca trik berhemat saya pun bertekad untuk tidak belok ke kanan ke kiri. Pokoknya langsung ke tujuan, mau menukarkan pakaian yang kebesaran.

Urusan sudah selesai, mau langsung pulang males, kebetulan cuaca pun lagi hangat. Nggak dingin seperti beberapa hari yang lalu. Kaki pun berjalan pelan-pelan menuju pemberhentian bis. Tiba-tiba saya sadar kalau saya ingin mencoba untuk pergi ke perpustakaan kota. Kata temen saya banyak buku novel berbahasa Inggris yang bisa saya pinjam, lagipula budget bulan ini sudah dibelikan dua buku.

Coba deh..iseng-iseng ini.

Lirik kanan-kiri memastikan kalau benar gedung di depan ini adalah perpustakaan. Lihat jam buka dan jam peminjaman, baca peraturan di dalam gedung, dan akhirnya saya pun mendorong pintu putar. Dalam hati berterima kasih karena pintu putarnya tidak otomatis (saya pernah hampir kejepit di pintu macam ini!).

Sambil ragu-ragu saya pun melangkah ke meja administrasi, otak pun sudah sibuk merangkai kalimat sopan dalam bahasa perancis. Waduh..ini ibu-ibu atau bapak-bapak ya? Nggak jelas..mau dipanggil Madame apa Monsieur? Ya sudahlah jangan ditempelin panggilan..

"Bonjour"
"Bonjour"
"J'aimerais etre un membre de la bibliothèque, s'il vous plaît"
"Volontier. Vous habitez a Genève, Madame?"
"Oui"
"Vous avez une carte d'identité avec l'adresse, Madame?"
"Oui"
(sambil sibuk mencari ijin tinggal saya di dalam tas)

Terus si petugas dengan tersenyum memulai prosedur pendaftaran. Dengan cekatan petugas mengisi formulir di komputer, kartu pendaftaran, dan kartu anggota saya. Saya lumayan kaget, kan biasanya petugas hanya menyodorkan formulir dan kita harus mengisi sendiri. Ini tidak. Ditambah, kartu keanggotaan kita langsung dilaminating oleh petugas.

Tiba-tiba saya tersentak, saya tidak punya uang tunai. Waduh..dan sepertinya tidak bisa bayar pakai kartu.

"Excusez-moi, je dois payer combien pour la cotisation?" (Setelah kalimat ini keluar saya pun langsung marah ama diri sendiri, aduh..nggak bisa bikin kalimat yang lebih sopan apa? Kalau diterjemahkan kalimat ini berarti, "Maaf, saya bayar berapa untuk keanggotaan?")
"C'est gratuit Madame." (Hahh..gratis!)

Nanya lagi, kalau minjem buku harus bayar berapa?

"Et pour des livres, je dois payer combien?"
"C'est aussi gratuit Madame." (Wahh..gratis juga)

Petugas pun menjelaskan kalau saya bisa meminjam sampai 15 buku untuk satu bulan, dan saya bisa langsung meminjam buku kalau mau. (Wahh enak banget!!)

Akhirnya saya pun menuju ke rak buku yang penuh berjubel, dengan sebelumnya meminta maaf atas bahasa perancis saya yang kurang bagus (kebiasaan yang menyelamatkan saya dari pandangan sinis beberapa orang).

Teh hangat sudah siap di meja, di sampingnya ada empat novel detektif dari para pengarang kesayangan saya. Tinggal tiduran di sofa sambil selimutan, saya pun siap tenggelam dalam cerita untuk menikmati waktu bermalas-malasan.

La vie est belle.

Sunday, August 21, 2005

Ganti gelar, ganti rasa

"Apalah artinya sebuah nama?"

Banyak. Terlalu banyak malah. Bagaimana seorang individu dipanggil menunjukkan penghargaan yang lain terhadap individu tersebut, yang kemudian mempengaruhi penghargaan individu tersebut terhadap dirinya sendiri. (Pada teriak.. *booo...boring!!*)

Rasakan bedanya antara 'tukang pijat' dan 'ahli pijat'; antara 'tukang kayu' dan 'pengrajin kayu'; dan antara 'tukang cukur' dan 'penata rambut'. Kerasa nggak?

Tukang selalu dikonotasikan kepada pekerja kasar yang dipandang tidak memiliki keahlian khusus, sedangkan ahli adalah seorang yang pandai dan mendapatkan suatu keahlian dari pendidikan 'formal'.

Tapi saya merasa tidak akan bisa menghilangkan penat seperti halnya 'tukang pijat' langganan saya dengan 'keahlian' memijatnya. Lagipula, sedikit yang bisa menggergaji dengan baik dan benar layaknya 'tukang kayu'. Jadi mereka, para tukang, indeed punya keahlian. Memandang rendah keahlian mereka, hanya karena mereka tidak punya 'gelar' yang formal sama saja merenggut kesempatan mereka untuk membangun self respect.

Yang lebih lucu kalau melihat orang yang memiliki gelar 'formal' merasa harus meyakinkan dirinya akan nilai dari gelarnya tersebut. Memajang gelar S1, ditambah S2, lalu ditempeli S3 sebenarnya suatu praktek yang tidak lazim di dunia akademis. Kalau sudah dapet gelar master, gelar bachelor tidak perlu dipasang. Lazimnya kan kalau mau punya master harus lulus S1 dulu. Jadi gelar yang lebih tinggi 'membatalkan' gelar sebelumnya.

Mungkin ini karena kita dibiasakan untuk kagum akan panjangnya nama seseorang. Seperti kata orang tua, nama itu kan doa. Makin panjang namanya, makin panjang juga doanya. :)

Friday, August 19, 2005

Dukungan tidak seharusnya gampangan

Menyambung posting terakhir saya tentang kampanye menolak RUU amandemen undang-undang kesehatan saya ingin menyampaikan uneg-uneg saya tentang email-email yang di 'forward' untuk mendapatkan dukungan.

Kadang tidak jelas siapa yang menulis email aslinya. Seperti di email yang menolak RUU tersebut, mereka hanya menuliskan Gerakan Pencinta-Pembela Kehidupan. Analisa yang diberikan pun disebut dikutip dari pernyataan seorang dokter (saya tidak akan memberikan namanya di sini). Tapi kemudian siapakah Gerakan ini? Siapa saja yang tergabung dalam Gerakan ini? Apakah benar kutipan ini berasal dari dokter yang disebutkan. Apakah kutipan ini dari tulisan dokter itu di suatu media? Kalau iya, media apa, artikel apa, dan diterbitkan kapan?

Kutipannya pun tidak jelas. Kadang mereka menggunakan tanda ... yang berarti adalah kutipan tersebut merupakan potongan dari kalimat asal. Harap diperhatikan bahwa pemotongan suatu kalimat bisa memberikan pemahaman yang sangat berbeda dari kalimat asalnya.

Penjelasan yang diberikan oleh email ini hanya satu pihak. Wajar sih kalau orang yang berkampanye hanya berkoar-koar menjelaskan pendapat mereka. Tapi kita yang diminta untuk memberikan dukungan patut mengetahui posisi kedua belah pihak. Sebelum saya memberikan dukungan, saya ingin tahu alasan di balik pengajuan RUU ini, siapa yang mengajukan RUU ini, atas dasar apa mereka mengajukan RUU ini.

Menurut saya, harap dikoreksi kalau salah, pengajuan RUU kan nggak segampang menulis blog dimana semua orang bisa menulis dan mempublikasikan apa saja. RUU adalah suatu proposal yang akan mempengaruhi kehidupan warga negara Indonesia, berarti sebelum menjadi RUU kemungkinan besar sudah diolah, didiskusikan dan dipertimbangkan. Bagi yang mengajukan RUU juga kemungkinan besar sudah mempunyai dasar dan bukti-bukti yang memungkinkan mereka beragumentasi untuk meloloskan RUU ini. Masak sih orang rela memperbodoh dirinya sendiri di depan DPR ketika harus mempertahankan amandemen undang-undang? Bukti-bukti dan pemikiran yang mendasarkan RUU ini patut untuk diketahui oleh publik secara luas. Jadi publik pun bisa berpikir SENDIRI untuk mendukung atau menolak RUU ini.

Intinya, saya menolak mendukung sesuatu secara buta. Saya menolak untuk 'dituntun' oleh orang lain dalam berpikir. Lagipula, kalau benar RUU ini berisikan pasal dan ayat yang disajikan oleh email tersebut, saya mendukung RUU ini, dengan alasan yang saya sajikan di posting saya sebelumnya. Kalau bisa, saya malah ingin jadi tim sukses RUU ini.

Setuju dengan amandemen undang-undang kesehatan?

Pagi ini saya dapat email dari milis saya tentang himbauan untuk menolak RUU amandemen undang-undang kesehatan. Alasan yang diberikan adalah karena undang-undang yang baru itu akan melegalkan praktek aborsi.

Saya pun menjawab dengan singkat (percuma berpanjang lebar di milis ini, setiap pendapat saya selalu dipandang sebagai pendapat seorang yang bodoh, murtad, egois, arogan, dsb) dan tegas. Saya TIDAK mendukung penolakan RUU ini. Saya berharap RUU ini akan lolos.

Di bawah ini akan saya tampilkan teks RUU yang dikutip oleh email tersebut. Maaf kalau posting kali ini akan sangat panjang. Setiap kalimat yang bercetak tebal adalah pendapat saya pribadi, berasal dari pemikiran saya yang memiliki batasannya sendiri, tapi menolak untuk bungkam. :)

Pasal 77:
a. Setiap orang mempunyai hak untuk dapat menjalankan kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan atau kekerasan.

b. Setiap orang mempunyai hak untuk secara bertanggung jawab menentukan kehidupan reproduksinya, bebas dari diskriminasi, paksaan atau kekerasan.

c. Setiap orang mempunyai hak untuk bertanggung jawab menentukan sendiri kapan dan seberapa ingin bereproduksi.

d. Setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh edukasi, konseling dan
informasi mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan agar dapat menggunakan hak-haknya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.


Analisa yang diberikan mereka yang menamakan dirinya Gerakan Pencinta-Pembela Kehidupan:

Pasal 77: /Setiap orang/ mempunyai hak untuk dapat menjalani kehidupan reproduksi..... Kata "setiap orang" berlaku bagi mereka yang menikah atau tidak; maka artinya setiap orang boleh melakukan homosex, lesbian, seks bebas, prostitusi asal sehat, aman, bebas dari paksaan atau kekerasan.

Ini merupakan salah satu pendapat yang mendiskriminasikan kaum homoseksual. Kenapa tidak ditekankan kata sehat, aman, bebas dari paksaan atau kekerasan? Serangkaian kata ini berarti mencoba untuk memberikan kesadaran akan bahaya 'seks bebas', memberikan perlindungan kepada setiap perempuan dari setiap bentuk kekerasan seksual (contohnya korban pemerkosaan), pengecaman terhadap praktek prostitusi (karena prostitusi sendiri sebagian besar adalah bentuk paksaan dan kekerasan).

Penekanan analisa pada 'berlaku bagi mereka yang menikah atau tidak' merupakan suatu bentuk penyangkalan akan realitas sosial. Penyangkalan bahwa dalam realita pasangan yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual di luar kerangka pernikahan tidak akan menyelesaikan masalah (saya akan kembali ke masalah ini lebih lanjut). RUU ini paling tidak akan memberikan perlindungan bagi perempuan yang hamil di luar nikah, perlindungan yang tidak eksis, terlepas dari banyaknya kasus yang ada di masyarakat. Bukannya memfasilitasi untuk pasangan melakukan hubungan seks di luar pernikahan. Ini sama saja dengan mengatakan, pemasyarakatan alat kontrasepsi (kondom) mendorong orang untuk melakukan 'seks bebas', ketika tujuan dari pemasyarakatan tersebut adalah mencegah penyebaran penyakit AIDS dan penyakit kelamin lainnya, atau sekedar sadar untuk tidak menghamili anak orang dan kemudian lari menghindari tanggung jawab.

Ayat c: setiap orang mempunyai hak .... menentukan sendiri kapan dan seberapa sering ingin bereproduksi: tujuan langsung: bebas untuk melakukan keluarga berencana .... Dan melegalkan aborsi.

Ini artinya penulis menentang keluarga berencana. Kenapa? Tidak ada penjelasan! Padahal keluarga berencana adalah salah satu kebijakan yang berhasil membantu pembangunan. Salah satu tujuan keluarga berencana adalah untuk memelihara kesehatan ibu dan anak. Dengan memberikan selang waktu antara melahirkan anak yang satu dan yang lainnya, kesehatan ibu akan terjamin, dan gizi anak pun akan lebih terurus. Bayangkan kalau seorang ibu harus membagi ASI nya untuk 2 atau lebih anak? Mengecam keluarga berencana artinya menyepelekan kesehatan ibu dan anak.

Efek frekuensi bereproduksi akan lebih dirasakan oleh perempuan dari laki-laki. Setelah berhubungan seksual, laki-laki tidak akan merasakan efek reproduksi tersebut. Perempuan? Hamil 9 bulan, melahirkan, mengalami perubahan hormon dan psikologis, kemudian menyusui dan mengurus anak. Keluarga berencana adalah suatu kebijakan yang berusaha memperhatikan kesejahteraan perempuan. Kesempatan untuk menentukan sendiri kapan ingin bereproduksi adalah suatu bentuk penghormatan hak perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri.

Lihat ayat d, akhirnya pemerintah akan menyadari pentingnya pendidikan seksual. Dengan pendidikan seksual, para remaja pun akan mengerti bahayanya 'seks bebas', dan tidak akan dengan naif berpikir: kalau hubungan seks pertama kali pasti tidak akan hamil, kalau habis berhubungan seks terus loncat-loncat pasti tidak akan hamil karena spermanya akan 'turun', dsb. Berapa banyak remaja putri yang akan terselamatkan dari hamil di luar nikah dan menghancurkan masa depannya sendiri? Remaja putra pun akan sadar akan tindakan seksual mereka, dan diharapkan akan lebih bertanggung jawab.


Pasal 80:
1. Pemerintah wajib mencegah, melindungi, menyelamatkan kaum perempuan dari praktik pengguguran kandungan yang tidak bertanggung jawab dan tidak aman melalui peraturan-peraturan perundang-undangan.

2. Pelayanan pengguguran kandungan yang tidak bertanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) meliputi tindakan:
a. Yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang
bersangkutan.
b. Yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional
c. Yang dilakukan tanpa mengikuti standar profesi yang berlaku; atau
d. Yang dilakukan secara disriminatif dan lebih mengutamakan
pembayaran daripada kesehatan perempuan yang bersangkutan.

Analisa yang diberikan mereka yang menamakan dirinya Gerakan Pencinta-Pembela Kehidupan:

Pasal 80 ayat 1:
Pemerintah wajib mencegah, melindungi, menyelamatkan kaum perempuan dari praktik pengguguran kandungan yang tidak bertanggung jawab dan tidak aman.

Artinya:
1. Para dokter boleh melakukan aborsi yang aman. Ini bertentangan dengan sumpah dokter no. 9: Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
2. Sebelumnya, dalam UU no. 23/1992 pasal 15 ayat 1: demi menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Dalam Undang-undang lama, tidak dijelaskan apa saja bentuk tindakan medis itu.
Dalam amandemen yang baru, pasal 80 ayat 1 ini, malah membuka kesempatan boleh melakukan aborsi tanpa indikasi medis; boleh aborsi dengan alasan apa saja; yang penting aborsinya aman.


Analisa yang diberikan sangat masuk akal, dan saya yang bukan seorang dokter harus mengagumi integritas dokter dalam menjalankan profesinya. Tapi kenapa keinginan pemerintah untuk melindungi dan menyelamatkan kaum perempuan dari praktik pengguguran yang bahkan bisa merenggut nyawa mereka perlu dihalangi? Saya rasa analisa ini salah mengartikan maksud dari RUU ini. RUU ini, kembali menurut saya, berusaha untuk melindungi perempuan dari praktek aborsi yang bisa membahayakan jiwa mereka, bukan ditujukan untuk memberikan kesadaran akan dosanya melakukan hubungan di luar nikah sampai hamil.

Kesalahpahaman ini terlihat jelas di kesimpulan analisa mereka :
1. Amandemen ini mencoba menyelesaikan masalah kasus-kasus aborsi, tanpa menyelesaikan masalah mengapa terjadi kehamilan, pencegahan kehamilan pra-nikah dan kehamilan yang tidak diinginkan oleh suami-istri.

Analisa yang menentang RUU ini salah kaprah. Untuk menganalisa baik tidaknya suatu kebijakan adalah dengan melihat bagaimana kebijakan tersebut mampu merealisasikan tujuannya. Apakah tujuan dari kebijakan ini adalah mencegah kehamilan pra-nikah ? Saya rasa tidak. Pencegahan kehamilan pra-nikah akan lebih tepat melalui program pendidikan seksual dan pemahaman keagamaan mengenai larangan melakukan hubungan seksual di luar kerangka pernikahan.

RUU ini bukan pil ajaib yang bisa menyelesaikan kendala sosial kehamilan pra-nikah. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa pemberian bibit unggul pada petani akan menyelesaikan masalah busung lapar dan kelaparan. Ketika kita tahu bahwa masalah tersebut disebabkan oleh kompleksitas seperti distribusi pangan, lemahnya daya beli masyarakat, kredit petani yang tidak lancar, terputusnya subsidi kesehatan kepada daerah-daerah yang membutuhkan, dsb.

RUU ini paling tidak adalah langkah awal dalam menyelesaikan masalah sosial tersebut. Pengakuan realitas sosial adanya hubungan seksual di luar nikah dan kehamilan pra-nikah akan membuka jalan untuk penanggulangan masalah tersebut. Yang perlu ditekankan adalah bahwa pengakuan akan suatu realitas sosial tidak berarti mendukung realitas sosial tersebut. 'Pengakuan' dan 'dukungan' adalah suatu hal yang harus dipisahkan dalam pemahaman RUU ini.

Thursday, August 18, 2005

Ingat-ingat...

Setiap orang berevolusi. Manusia yang sekarang adalah hasil dari perjalanan manusia tersebut di masa lalu dan persiapan untuk impiannya di masa datang. Masa lalu menurut saya sangat penting, terlepas dari apakah masa itu dipenuhi oleh air mata, senyum, tawa atau sakit kepala.

Banyak yang bilang saya ini punya ingatan seperti gajah, susah untuk melupakan sesuatu. Mungkin...Tapi benar saya masih ingat berbagai pesan dari berbagai manusia di sekitar saya, pesan yang mempengaruhi diri saya dalam bertindak maupun dalam berpikir. Di antaranya,

"Pipit..kamu ini memang T.O.L.O.L!", kata guru kelas satu SD saya. Pesan ini terukir selamanya dalam otak saya, dan saya pun berusaha keras untuk membuktikan pada ibu tersebut bahwa dia salah besar.

"Pipit..kalau kamu mau menjawab pertanyaan bapak guru langsung saja, jangan menyuruh teman sebelah kamu", kata guru kelas empat SD saya. Bapak guru membuat saya mengerti bahwa kita tidak boleh takut akan pendapat kita sendiri, dan jangan memberikan kesempatan pada orang lain untuk memperoleh keuntungan dari hasil karya kita.

"Manusia itu adalah makhluk yang self-centered. Mau buktinya? Coba lihat sewaktu kita melihat poto bersama, pasti orang pertama yang kita lihat adalah diri kita sendiri." kata salah satu dosen favorit saya di masa kuliah dulu. Komentar pak dosen ini sangat mengagetkan saya waktu itu, dan...bapak, anda benar sekali.

Ah guru...hutang saya kepada anda semua tidak akan bisa terbayar sampai kapan pun. Saya bisa menulis karena tangan ibu guru waktu SD dengan tegas menggenggam tangan saya dan menuntun saya untuk menuliskan setiap abjad. Saya bisa membaca dan berhitung juga karena mereka. Saya bisa berpikir karena mereka selalu menantang saya untuk menjawab pertanyaan.

Tanda baca, dimanakah dikau?

Pengakuan: saya sering membaca tulisan di blog saya beberapa kali. Terserah mau dipanggil self-centered atau apa, yang pasti saya membaca karena saya sadar saya penulis yang amatiran. Artinya, pasti banyak kesalahan dalam penulisan saya. Dan ternyata benar banget! Kadang saya sibuk mengkoreksi tulisan saya yang cukup amburadul. Saya rasa kebiasaan saya ini disebabkan oleh ketatnya para guru di masa SD saya dalam menilai karangan cerita setiap muridnya. Bayangkan, setiap coretan atau usapan tipp-ex akan mengurangi nilai karya tersebut.

(Pit, itu penjara atau sekolahan sih?)

Tapi satu hal yang mencolok mata saya adalah kacaunya atau absennya tanda baca dalam hampir semua kalimat di tulisan saya. Kalau saya yang baca sih biasa saja, tapi entah kenapa kok rasanya ada yang aneh.

Pernah tahu permainan memasang ekor keledai? Itu lho, permainan dimana ada gambar keledai yang besar banget tapi tanpa ekor. Terus setiap pemain harus berusaha memasang ekor kedelai..eh keledai (saya dari dulu selalu rancu akan dua kata ini) dengan mata yang diselimuti sapu tangan. Nah saya merasa pemasangan tanda baca (terutama koma) di tulisan saya seperti pemasangan ekor keledai, ngacak-ngacak, dan kadang salah posisi. Kalau guru SD saya baca tulisan saya, pasti saya sudah dikasih nilai 6.50.

Ada yang bisa bantu?

Tuesday, August 16, 2005

60 tahun..

Besok adalah 60 tahun kemerdekaan RI. Sayang saya bukan lagi di kampung halaman, kalau tidak, pasti sudah daftar jadi peserta lomba makan kerupuk atau balap karung.

Tapi banyak orang yang kurang menyadari bahwa tahun 1945 bukan hanya tahun kemerdekaan RI saja, ada peristiwa lain yang lebih penting dari itu. Tahun 1945 adalah saat berakhirnya perang dunia kedua, saat dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, dan saat menyerahnya pasukan Jepang pada sekutu. Kadang saya suka malu sewaktu ngobrol-ngobrol dengan teman-teman di sini. Sebagai pelajar Indonesia, saya difokuskan untuk melihat sejarah dengan Indonesia sebagai fokus utama. Saya kurang paham tentang apa yang terjadi di daerah lain pada perang dunia kedua, yang saya tahu hanya Jepang dikalahkan sekutu dan kemudian ada vacuum of power dan Soekarno-Hatta menggunakan kesempatan tersebut untuk memproklamirkan kemerdekaan.

Sedikit yang saya ketahui tentang holocaust para orang Yahudi. Sedikit yang saya ketahui tentang penderitaan warga Eropa di perang dunia kedua. Sedikit yang saya ketahui tentang bagaimana tentara Russia bekerja sama dengan tentara Amerika Serikat dalam memerangi tentara Jerman. Sedikit yang saya ketahui tentang the D-day (yang ditampilkan sekilas oleh film Saving Private Ryan). Sedikit sekali...

Jadi, saya akan berusaha lebih menengok ke luar tempurung. Bukannya mau melupakan tempurung dan menjadi kacang yang lupa dengan kulitnya, tapi lebih untuk mengingatkan bahwa sejarah itu penting, dan mengetahui apa yang terjadi di luar sana juga penting. History is reminder of human mistakes, knowing it is a start to avoid making the same mistakes all over again.

Bagi mereka yang ingin membaca 'ringkasan' tentang berakhirnya perang dunia kedua silahkan ke http://news.bbc.co.uk/2/hi/in_depth/world/2005/ww2_sixty_years_on/ default.stm
It's BBC's World War II: 60 years on.

Monday, August 15, 2005

Iklan: menjual produk atau menjual ide?

Pengakuan, saya ini generasi TV! Saya ini tipe orang yang bisa terhipnotis TV selama berjam-jam sehari, dan betah 'pigging out' di depan TV sambil tiduran. Kegemaran saya akan TV sudah mendarah daging, dan setiap saya pulang ke rumah ortu pasti saya menyempatkan untuk menonton TV.

Namun setelah saya bergaul dengan para 'constructivist', thanks to my marriage to Xavier, otak saya pun sekarang secara otomatis menganalisa konstruksi sosial di balik setiap acara TV dan iklan.

Saya rasa semua orang pasti tahu tujuan iklan, yaitu untuk menjual produk yang diwakilinya. Tapi apakah semua juga sadar bahwa kadang iklan tidak hanya menjual produk, tapi juga menjual ide. Para pembuat iklan yang cerdas pasti tahu bahwa iklan bisa merubah pola pikir masyarakat, yang kemudian merubah pola belanja mereka. Dengan memanipulasi psikologis penonton, iklan pun akan mampu membuat para obyeknya untuk berpikir 'harus beli X biar keren', 'harus beli Y untuk bisa bahagia', 'harus beli Z untuk bisa dapat pasangan', dsb.

Beberapa iklan menjual ide yang mengusik otak saya yang penuh dengan pemahaman tersendiri. Pengamatan saya menyimpulkan bahwa sebagian besar iklan di TV adalah tentang produk pemutih kulit dan iklan rokok, yang mencerminkan budaya Indonesia yang menyanjungkan keputihan kulit perempuan sebagai lambang utama kecantikan dan budaya merokok di masyarakat ini.

Iya, saya sudah sadar dari jaman kuda gigit besi kalau salah satu standar kecantikan di Indonesia adalah berkulit putih. Standar yang saya benci setengah mati sebagai seorang perempuan yang berkulit gelap. Tapi saya kaget ketika menonton sebuah iklan sabun pemutih yang menampilkan seorang cowok yang cakepnya ampun ampun, yang berkeluh kesah karena susah untuk bertemu dengan pacarnya yang setelah memakai sabun pemutih tersebut jadi mulai enjoy her life without him. Iklan ini tidak hanya menjual ide bahwa kulit putih itu cantik, tapi juga bahwa untuk bisa hidup bahagia perempuan harus cantik dan berkulit putih. Hahhhh!!! Saya baru tahu bahwa pendewaan keindahan tubuh perempuan sudah menjadi sebegitu ekstremnya di masyarakat Indonesia. Suatu ironi mengingat bagaiman ngototnya beberapa kalangan masyarakat menolak pengiriman putri Indonesia ke acara Miss Universe!

Mungkin ada yang nyepet, "ah emang eloenya aja pit yang iri karena nggak bisa berkulit putih." Saya akan jawab, tidak berkulit putih tidak menghalangi saya untuk hidup bahagia. Masa remaja saya penuh dengan aktivitas yang menghitamkan kulit, tapi alangkah bahagianya saya waktu itu. Memang waktu itu belum banyak iklan pemutih yang menampilkan iklan agresif seperti sekarang, jadi saya pun tidak terlalu pusing memikirkan kehitaman kulit saya. Yang saya takutkan, penjualan ide bahwa kulit putih adalah jalan menuju kebahagiaan akan bisa membuat remaja putri, yang masih labil akan identitas dirinya, membenci kulit sawo matang mereka.

Mungkin benar kalau laki-laki Indonesia lebih tertarik pada perempuan berkulit putih, tapi tidak adil rasanya kalau ini berarti masyarakat harus menuntut para perempuan untuk membenci diri mereka sendiri, karena merasa mereka tidak akan bahagia dengan bagaimana mereka telah dilahirkan.

Mengenai iklan rokok, saya terus terang sering kagum akan kreativitas para adverstising team , karena tak jarang iklan tersebut berupa film pendek yang benar-benar menarik. Tapi kalau advertising team rela memberikan waktu semenit lebih memperlihatkan harimau yang sedang dibidik oleh pemburu, apa salahnya memberikan waktu lebih dari 10 detik untuk peringatan bahaya merokok? Saya sampai pernah iseng-iseng mau mencoba membaca peringatan yang selalu mengakhiri iklan tersebut. Setelah 10 kali mencoba, akhirnya saya menyerah. Saya tidak pernah berhasil membaca seluruh peringatan, padahal saya termasuk orang yang bisa membaca cepat lho.

Satu hal lagi, kenapa dalam iklan rokok tidak pernah tokoh utamanya perempuan? Padahal kan sudah semakin banyak perokok perempuan. Penolakan ide bahwa perempuan itu merokok secara tidak langsung mendukung pandangan picik masyarakat bahwa perempuan perokok itu adalah perempuan nakal. Kalau memang benar merokok bisa mengurangi stress, kenapa perempuan tidak berhak untuk melepaskan stress mereka melalui rokok?

Saya perempuan dan saya tidak merokok, tapi menurut saya merokok adalah pilihan yang tersedia bagi semua orang. Kenapa harus ada gender bias dalam budaya merokok? Kembali, tidak adil apabila masyarakat menghakimi perempuan hanya karena dia memilih untuk merokok. Iklan rokok selalu menjual ide jantannya pria yang merokok, tapi kapan dia akan menjual ide bahwa penghakiman perempuan perokok adalah sesuatu yang perlu dikoreksi?

Party..party..PARTY!!

Sabtu kemaren akhirnya Fête de Genève berakhir. Pesta kota tahunan ini selalu mengundang banyak turis dari luar kota dan luar negeri. Biasanya kota Jenewa pun akan penuh dengan orang-orang yang berceloteh dalam berbagai bahasa. Pernah saya berjalan-jalan di jalan utama perbelanjaan, setiap dua meter saya akan mendengar bahasa yang berbeda, Inggris, Russia, Perancis, Jerman, Swiss Jerman, Cina, Korea, Jepang, Arab, dan bahasa-bahasa lainnya. Seru kan? Dan yang pasti jalanan pun penuh dengan keluarga Arab yang menonjol di tengah-tengah kerumunan kota.

Selama Fête de Genève, area sekitar danau Leman pun berubah total menjadi pasar malam yang hampir 24 jam, selama lebih dari 10 hari!! Tidak ada karcis masuk, wong namanya juga di daerah umum. Semua orang bisa datang dan menikmati suasana pesta kota tersebut. Yang paling seru kalau malam-malam. Berbagai tenda makanan atau cafe akan memutar berbagai musik, dan para pengunjung bisa bebas bergoyang di depan tenda tersebut, terlepas apakah mereka pengunjung tenda tersebut atau tidak. Jadi jalanan pun penuh dengan orang yang ajojing ditemani oleh musik rock, jazz, techno, samba, reagge, dan tentu saja salsa!!

Demam salsa sebenarnya sudah mereda, tapi salsa tetap salah satu kegiatan yang populer di kalangan muda di kota ini. Ditambah lagi, komunitas Spanyol dan Portugis merupakan salah satu komunitas yang cukup besar di kota ini.

Hari Jumat siang saya menerima telpon dari teman yang sudah lama tidak bersua. Dia menawarkan untuk berjalan-jalan di pinggir danau untuk menikmati Fête de Genève. Awalnya saya tolak, karena saya terus terang masih dalam keadaan sakit, keracunan makanan...rakus sih..hehehe. Tapi setelah dia bilang bahwa dia akan pergi sendirian, saya pun luluh dan mengiyakan undangan dia.

Yang terjadi adalah kita semalam suntuk berdanda salsa! Kebetulan banyak tenda yang menyajikan musik salsa, kami pun berdansa di jalanan atau di tenda utama yang menyediakan salsa live music for free. Padahal kedua kaki saya masih kram dan pegal-pegal akibat bantingan teman-teman, tapi mereka masih dipaksa untuk bergoyang mengikuti alunan musik. Saya tidak bisa berdansa salsa, tapi itulah hebatnya musik salsa, it always makes your body wants to move. Kami pun pulang jam 2 pagi saudara-saudari! Jalan kaki lagi. Jadi inget waktu pulang nonton konser di Kla di Bandung sama Maya, tahun 1998 kalo nggak salah. :)

One important note, we went out alone without husband or boyfriend. It's girl's night!! Tapi umur dan kesadaran menghalangi kami ikutan ngeceng seperti layaknya pengunjung pesta. Orang-orang yang berdesakan benar-benar beraneka ragam, dari yang groovy, funky, punk, sexy, trendy, classy, expensive, sampai trashy. Semua ada, dan para muda-mudi pun berlagak 'look at me'.

Sabtu pagi badan beneran rontok, bahu sakit, kaki seperti mau copot, punggung, pinggang dan pinggul pegal seperti orang hamil 5 bulan. Niat untuk tidur sampai siang pun batal karena tetangga di bawah ribut besar sambil banting-bantingan pintu. Arrghhh!!

Sore pun diisi dengan nonton film berdua dengan Xaf. A highly entertaining Mr and Mrs Smith. Keluar dari bioskop kami pun melihat arus deras manusia menuju arah danau, ah..iya malam ini penutupan dengan pesta kembang api seperti biasanya. Kami pun terbirit-birit pulang untuk kemudian ikutan mencari tempat yang enak untuk menonton pesta kembang api.

Malam itu sekitar 500.000 orang menjejali kawasan di pinggir danau untuk menyaksikan pesta kembang api tahunan yang sudah terkenal di seluruh Eropa. Pesta kembang api menampilkan 3 seri rentetan kembang api. Dan pertunjukan kembang api itu akan diriingi oleh musik (biasanya musik klasik), jadi ya seperti komposisi kembang api. Ketiga komposisi itu akan berlomba untuk menjadi yang terbaik. Terbaik dalam sinkronisasi antara musik dan kembang api dan bentuk kembang api yang disajikan.

Tahun ini favorit saya adalah komposisi yang kedua, tapi mungkin penilaian saya agak bias, wong nontonnya pake dihalangin dahan pohon raksasa. Leher pun sampai tengleng sibuk miring-miring semalaman.

Yang pasti, hari Minggu pagi mata sudah seperti mata kodok..sembab. Capek dan ngantuk seharian. Ahh..saya memang tidak muda lagi. :)

Thursday, August 11, 2005

Ciat...aii..aii..aduh..aduh..

Kemaren malam akhirnya saya berhasil memaksa diri untuk pergi latihan. Udah pake acara terlambat, thank to my addiction to WoW. Sampai di dojo semua sudah sibuk pemanasan, jadilah saya terbirit-birit ganti pakaian.

Seneng rasanya kembali ke tengah-tengah teman latihan setelah hampir dua bulan absen. Maitre pun tersenyum melihat saya kembali 'berlaga'. Tapi herannya orang yang berkecimpung di dunia ilmu bela diri nggak bisa memperlihatkan rasa senang dengan normal. Teman-teman yang senang melihat saya kembali malah semangat membanting, nggak bisa apa dengan jabat tangan atau cium pipi kiri kanan seperti biasanya?

Alhasil jadilah saya dibanting sana sini. Mind you it's scary when you are on 185cm guy's shoulder knowing that you will be on the ground half second later!! Dojo pun riwuh dengan jeritan-jeritan saya...mais non..mais non...noonnnnn!! *dubrak* Berhubung saya takut-takut, saya pun jatuh dengan sangat tidak anggun, persis seperti karung pasir atau karung beras...bummbb!!

Tidak heran kalau pagi ini badan seperti mau rontok. Bolos kerja deh..hihihi..emang lagi males aja..Abisnya kantor kosong, yang ada malah depresi ngeliat yang laen pada semangat membaca, sedangkan semangat saya entah sudah terbang ke mana.

Wednesday, August 10, 2005

Apa kata si kecil

Pernah nonton acara kuis yang dibawakan oleh Hughes yang kalo enggak salah judulnya, Apa kata si kecil. Acara kuis ini adalah adaptasi kuis televisi lama berbahasa Inggris, yang judulnya sayang saya sudah lupa. Dulu pernah ditayangkan di AnTeve kalo enggak salah. (Ini kalimat banyak ragunya..maaf..maaf) Tapi ini bukan mau menulis tentang kuis tersebut atau mau kritik, enggak..cuma minjem namanya aja.

Begini, ceritanya beberapa hari yang lalu saya akhirnya bisa makan siang sama Xaf di restoran Italia kesukaan saya. Sambil makan Pizza Mamamia Moyenne yang digenangi minyak zaitun campur cabe, saya mendengarkan program radio yang dipilih sama pemilik restoran untuk mengisi kuping para pelanggannya. Biasanya saya nyuekin yang namanya siaran radio wong cuwas cuwisnya pake bahasa perancis, kuping saya biasanya langsung keriting. Tapi kali ini laen, soalnya ternyata yang ngomong kok anak kecil.

Jadi saya pun pasang kuping. Si penyiar radio melontarkan beberapa pertanyaan ke anak-anak kecil tersebut yang kemudian memberikan jawaban ala mereka, spontan tapi cerdas. Saya coba tampilkan tanya jawab tersebut, pake bahasa Indonesia aja ya, kemampuan menulis bahasa Perancis saya tidak patut untuk dibanggakan sama sekali. Yang ada entar malah bikin sakit mata bagi mereka yang mendalami bahasa romantis namun njelimet tersebut.

Penyiar: Kenapa ada negara miskin dan negara kaya?
Anak A: Negara kaya itu negara yang tidak sibuk berperang, jadi uangnya bisa untuk membikin jalan, membuat sekolahan, membangun rumah sakit, dan lain-lain (ini dll karena saya lupa yang dia sebutkan)
Anak B: Negara itu bisa kaya karena penduduknya sedikit, jadi tidak terlalu banyak yang harus diurusi dan dibiayai.

(duh..coba para pejabat di Indonesia bisa tersentuh, mungkin posyandu dan program KB akan digalakkan kembali. Dan mungkin uang yang dipakai untuk memerangi 'bangsa'nya sendiri bisa dipakai untuk subsidi kuliah)

Penyiar: Apakah Swiss itu negara yang egois?
Anak C: Memang iya..
Penyiar: Kenapa?
Anak C: Habisnya kita sering membuang-buang makanan. Padahal pasti banyak orang-orang di negara lain yang mau setiap piring makanan yang kita buang di tempat sampah.

(speechless)

Siaran pun diakhiri oleh pernyataan solidaritas internasional seorang anak kecil yang masih duduk di bangku SD.

Pelarian...

Hati sedih maunya kan melakukan 'pelarian'. Kali ini 'pelarian' saya adalah membaca Ethnonationalism: The Quest for Understanding oleh Walker Connor, diselingi dengan The Ancient Greeks oleh M.I. Finley. Bukannya mau sok intelek, abisnya bacaan waktu sedih saya, Nausicäa of The Valley of The Wind by Hayao Miyazaki, baru aja habis dibaca yang kesekian kalinya. Masak mau dibaca ulang lagi sehari kemudian? Bisa eneg...Lagian bukunya Connor itu memang musti dibaca buat bahan thesis, sedangkan buku tentang orang Yunani kuno itu musti dibaca setelah dibeliin tahun 1999!!

Pelarian yang lain adalah sibuk menyirami tanaman-tanaman pot di rumah, dan sambil ngeliatin pohon pisang pot saya yang lagi menumbuhkan daun baru. Kadang suka mikir saya ini kayak orang kurang kerjaan aja, ngeliatin pohon sambil bengong. Tapi bener lho menyejukkan hati, seneng liat pohon-pohon tersebut tumbuh dengan baik dan benar (lho??).

Pelarian ketiga adalah beres-beres rumah dan mulai masak masakan yang patut untuk dimakan (ini sih bukan pelarian, tapi melaksanakan kewajiban yang terbengkalai..hehehe). Bikin bala-bala atau bakwan sampai satu baskom guede. Abisnya banyak banget sayuran di kulkas, sayang kalau dibuang, jadilah dicampur aduk dan diudek-udek, dijadiin bakwan. Lumayan, Xaf jadi bisa dibekalin bakwan satu tupperware gede buat makan siang.

Kalo dipikir-pikir, bakwan orang Indonesia itu setaraf dengan pizzanya orang Italia dan paelanya orang Spanyol lho. Kok bisa? Karena pizza dan paela itu isinya juga campur aduk, macem-macem. Pernah sekali saya ngobrol dengan ibu-ibu di sini, mereka bilang, kadang pizza dan paela itu dibikin untuk menggunakan kembali sisa makanan yang tidak habis kemarin. Lho..lho..kok jadi ngalor ngidul ini...?

Pelarian keempat sebenarnya adalah berbelanja, tapi berhubung lagi mau nabung, jadilah belanjanya dalam hati aja. Emang bisa? Bisa dong..ngayal, penuh imajinasi dan gratis lagi..:)

Pelarian kelima, maen game dong. Tetap setia dengan World of Warcraft, Galade udah level 44 lho, walaupun suka sebel sama anggota guildenya yang suka nyuekin ratapan permohonan pertolongan Galade yang lagi berjuang bertahan hidup dibawah deraan serangan bertubi-tubi dari berbagai monster yang dihadapinya.

Pelarian terakhir, tidak bukan tidak lain adalah ngeblog! Jadilah blog saya penuh dengan 'poci-poci bang***t'. Mungkin jadi ngeganggu mata yang baca, maaf ya, abisnya namanya juga pelarian. Tapi paling enggak blog jadi ada isinya. :)

Disayang mertua, siapa yang nggak mau?

Otak sumpek begini mendingan nulis yang enteng-enteng (walaupun diharapkan tidak jadi garing). Kalau banyak penulis perempuan yang berbagi resep masakan di blognya, saya mau berbagi resep yang lain, resep disayang sama mertua. Bukannya nggak mau berbagi resep masakan, masalahnya resepnya terlalu banyak, entar malah jadi seperti blognya Rudi Khaerudin 'wanna be' lagi. :)

Semua teman perempuan saya selalu menanyakan hal yang sama, "Pit, kok bisa sih eloe deket dan disayang sama mertua eloe sampai segitunya? Eloe kasih jampi-jampi apa?" Hampir semua teman saya ingin punya mertua seperti mertua saya, yang berbeda sekali dengan legenda mertua perempuan yang kejam terhadap menantu perempuannya.

Saya biasanya cuma ketawa aja waktu ditanya seperti itu, karena menurut saya nggak ada yang harus dijelaskan. Menurut saya anggapan bahwa mertua perempuan itu rada dingin sama istri anaknya itu hanya bohongan orang jaman doeloe. Tapi setelah mendengarkan kisah kedua teman baik saya yang kerepotan menghadapi mertuanya atau mendekatkan kekasihnya ke ibunya, saya pun jadi berpikir, mungkin ada gunanya berbagi 'trik' untuk menghadapi orang tua pacar.

Harap diingat, saya menulis ini dari sudut pandang perempuan :)

Jadi...

Pertama, harus selalu sopan dan menjaga jarak selayaknya. Ramah dan akrab itu boleh, tapi harus selalu diingat bahwa mereka adalah orang tua pacar kita, bukan orang tua kita sendiri. Jarak itu harus selalu dijaga.

Kalau waktu baru-baru dikenalin bisa dianggap kalau ortu pacar tersebut adalah bos baru di kantor yang kita baru masuki. Kita harus pandai menjaga sikap dan menunjukkan kelebihan kepribadian kita yang membuat dia tertarik untuk 'menahan' kita di 'perusahaannya'. Kalau sudah kenal lama, anggap saja ortu pacar kita tersebut adalah paman atau bibi kita. Orang yang patut kita sayangi dan hormati, namun tetap memiliki jarak yang berbeda dengan halnya kita dengan ortu kita sendiri. Kalau kita terlalu Sok Kenal Sok Dekat, yang ada mereka merasa kita memaksakan kehadiran diri kita di dalam keluarga mereka.

Contoh gampangnya aja deh, jangan nekat manggil ortu pacar mama atau papa kalau belum disuruh. Terlepas dari berapa lamanya pacaran.

Kedua, berusaha untuk selalu tulus. Kalau sebelum dikenalkan kita sudah punya pikiran bahwa calon mertua itu pasti begini pasti begitu, yang ada semua sikap dan pemahaman kita akan calon mertua pun akan bias. Yang namanya ibu itu perasaannya halus lho. Kalau kita bersikap hanya untuk mencari muka, pasti ketahuan. Dan kalau sikap kita sudah didasari oleh sikap enggan, pasti ketahuan juga.

Trik saya untuk berusaha tulus gampang banget. Saya selalu menanamkan di otak saya bahwa pacar atau suami saya bisa menjadi orang yang saya cintai itu kan karena orang tuanya. Kalau tidak ada orang tua dan pendidikan dari mereka, belum tentu orang tersebut akan tumbuh menjadi orang yang menarik perhatian saya. Saya rasa menghormati mereka adalah bentuk terima kasih yang paling kecil yang bisa saya berikan untuk mereka.

Ketiga, perlihatkan rasa cinta kita kepada anaknya. Bukan berarti harus peluk-pelukan atau cium sana cium sini. Cukup dengan perhatian akan hal-hal kecil dan senyum hangat dan pandangan mata dengan rasa sayang. Kadang kalau kita di depan ortu suka kikuk atau grogi, wajar..tapi saya rasa yang namanya rasa sayang itu tidak harus ditutup-tutupi. Kalau kita malu akan perasaan kita sendiri, bagaimana orang lain akan yakin akan 'kuatnya' perasaan kita tersebut? Dan perhatian yang kita berikan kepada pacar atau suami pun pasti tidak akan 'left unnoticed'.

Keempat, yang paling penting, hargailah ibu mertua itu tidak hanya sebagai ibu mertua tapi sebagai seorang perempuan, yang memiliki kepribadian, 'achievements', pengalaman dan sejarah tersendiri. Kenalilah mereka bukan hanya untuk bisa mendapatkan hati mereka, tapi lebih untuk mengetahui siapa mereka, apa yang telah mereka raih dalam hidup, dan bagaimana mereka bisa sampai ke tempat mereka sekarang.

Respect them for who and what they are, and hopefully they will respect and accept you the way you are.

Tuesday, August 09, 2005

Nangis deh

Ditolak itu nggak enak ya rasanya? Kayaknya tahun ini adalah tahun penuh penolakan buat saya. Sudah berapa lamaran kerja atau magang yang saya kirimkan, jawaban yang saya terima selalu dipenuhi dengan kata 'unfortunately'.

Pagi ini juga sama, saya dapat email yang isinya juga bermuatan 'unfortunately'. Tapi entah kenapa sedihnya kok lain, lebih mendayu-dayu. Dari pagi mata ini sudah membendung air mata. Untung di kantor ada teman kerja, kalau enggak keyboard mungkin sudah tergenang air mata.

Ah..pekerjaan impian saya lepas lagi dari tangan. Memang sih waktu melamar saya sudah tidak terlalu optimis, tapi yang namanya impian kalau tidak kesampaian sakit sekali rasanya. It's such a perfect job!!

Umur saya sudah hampir kepala 3, sedangkan status saya tetap pelajar. Penolakan-penolakan yang saya terima makin membuat saya merasa kalau saya akan berakhir hanya menjadi istri dan ibu rumah tangga. Investasi saya kuliah selama 12 tahun pun rasanya akan sia-sia...

Ah sudahlah, lebih baik balik ke buku kuliah. Studying is the only thing that I know best. :(

Saya sedih...

Monday, August 08, 2005

Merokoklah pada tempatnya

Saya pernah dengar bahwa akan ada Perda di Jakarta yang menjelaskan tentang larangan merokok di tempat umum di kota Jakarta. Saya tidak tahu apakah Perda tersebut tembus atau tidak, tapi yang pasti saya punya komentar yang cukup berapi-api tentang masalah ini.

Saya setuju banget akan larangan merokok di tempat umum. Karena saya nggak merokok dan alergi sama asap rokok. Jadi alangkah indahnya kalau bisa menghirup udara lebih bersih.

Menurut pengalaman saya, perokok banyak yang komentar kalo diminta untuk mematikan rokok, "gue kan punya hak untuk merokok", tapi apakah mereka perduli kalo orang lain pun punya hak untuk menghirup udara bersih? Larangan merokok perlu ditegakkan di angkutan umum. Bayangkan, angkutan umum yang sudah sesak dengan penumpang jadi lebih sesak dengan asap rokok. Sedangkan tidak semua penumpang ber-paru2 sehat dan kuat seperti perokok. Sudah ada penelitian kalo orang sakit asma kemungkinan asmanya kambuh kalau menghirup asap rokok sangat besar. Belum kalau ada ibu2 menggendong anak balita, tidak terpikirkan kah kalau paru2 anak itu akan teracuni asap rokok.

Untuk larangan merokok di tempat kerja, perkantoran dan rumah ibadah, solusi untuk yang perokok, bisa dengan membuat ruangan khusus untuk perokok dengan asbak dimana2. Jadi tidak mengotori lingkungan. (Satu lagi alasan kenapa saya setuju dengan larangan merokok di tempat umum).

Sedangkan larangan merokok di kendaraan, kalau kendaraannya itu pribadi, saya rasa tidak perlu ada larangan merokok. Kita tetap harus menghargai hak setiap orang untuk merokok dong. Dan kembali, kalo kendaraan laut (yang umum), perlu diberikan tempat merokok untuk perokok. Di anjungan kapal, misalnya, asap rokok akan langsung ke alam dan tidak terkurung dalam satu ruangan. Kembali, asbak dan tempat sampah harus tersedia dimana2. Kalau ada yang merokok tidak pada tempatnya, baru deh didenda.

Ada yang komentar, bagaimana dengan nasib para buruh yang bekerja di pabrik rokok? Sumber nafkah mereka bisa terancam dengan larangan merokok ini. Mengenai masalah nasib buruh, saya rasa larangan merokok tidak akan merubah (atau hanya persentase rendah) angka pemasaran rokok, jadi buruh pun seharusnya tidak perlu kehilangan mata pencaharian mereka. Kemungkinan besar perokok tidak akan berhenti merokok hanya karena ada larangan merokok di tempat umum. Kan tidak ada larangan merokok yang akan diberikan hukuman penjara.

Saya beri contoh, di sini semenjak bulan Oktober tahun lalu diterapkan larangan
merokok di dalam gedung universitas. Dan tetap saja murid2 yang perokok akan merokok di luar pintu (yang penuh dengan asbak) walaupun udara di luar dingin, 10 derajat di bawah nol. Jadi larangan merokok di tempat umum tidak memberikan efek besar pada angka ratio perokok dan bukan perokok. Untuk informasi tambahan, kampus jadi tempat yang lebih bersih. Masuk ke dalam kampus kita nggak perlu disambut dengan kabut rokok. (Di sini gedung kampus biasanya satu gedung yang tertutup, sayangnya nggak kayak ITB yang luas)

Larangan merokok di tempat umum adalah bentuk pengakuan hak menghirup udara bersih bagi yang bukan perokok. Selama ini pemerintah kurang memperhatikan masalah perokok pasif, dan hanya mementingkan pendapatan pajak dari pabrik rokok. Sudah saatnya masyarakat sadar, bahwa yang namanya pemuasan hak pribadi itu tidak boleh sampai melanggar hak pribadi orang lain. Dan sudah saatnya masyarakat sadar bahayanya merokok, terutama pasif (saya nggak mau menggurui orang lain, melarang orang merokok) dan bahwa mereka punya hak untuk tidak terjangkit penyakit, atau sekedar hak untuk tidak berbau seperti asbak ketika keluar dari angkot!

Hidup udara bersih!!

Magang dan pembentukan kembali kelas elite

Judulnya agak aneh memang, habisnya saya berusaha untuk menterjemahkan internship and recreation of elite jadinya malah begitu. Ah sudahlah, yang penting kan isinya :)

Saya tidak tahu apakah sistem magang berlaku untuk organisasi atau perusahaan di Indonesia. Yang pasti, di sini, sistem magang sudah berjalan bertahun-tahun dan merupakan salah satu sistem yang sangat penting bagi para pelajar universitas untuk bisa mendapatkan pengalaman kerja sambil belajar. Bagus banget, karena pelajar bisa membangun biodata diri mereka, sehingga ketika lulus kuliah bisa mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan.

Pentingnya magang terutama dirasakan untuk bisa mendapatkan pekerjaan di organisasi internasional yang bertebaran di kota dan negara ini. Sudah menjadi rahasia umum kalau salah satu jalan untuk bisa kerja di PBB, atau organisasi internasional bonafit lainnya, adalah dengan mengikuti program magang yang diadakan setiap tahun di berbagai unit organisasi tersebut.

Saya termasuk pelajar yang paling gencar memburu berbagai program magang, terserah di mana saja. Think thank, organisasi internasional dan organisasi non-pemerintah. Jadilah saya punya pengalaman berburu, melamar, diterima, ditolak, dan tidak diindahkan.

Salah satu syarat untuk bisa magang yang saya rasa sangat memberatkan adalah kerelaan kita untuk bekerja secara cuma-cuma. Organisasi yang membuka peluang magang beralasan kalau mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar semua jasa magang. Tapi menurut saya, mungkin para penerima jasa magang itu beranggapan kalau mereka itu sebenarnya memberikan jasa dan para pelajar yang magang harus berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk mereka. Ada benarnya, tapi sayangnya pemikiran seperti ini menjelaskan sedikit banyaknya perlakuan yang kurang profesional terhadap para pemagang. (Saya alami sendiri. Lebih baik tidak dijelaskan terlalu detail, tidak etis rasanya mendiskreditkan organisasi atau kantor lama saya)

Gratisnya jasa magang ini, menurut saya, juga menjadi salah satu media pembentukan kembali kelas elit. Bayangkan, pelajar yang dari keluarga sederhana yang sudah harus bekerja paruh waktu untuk membiayai asrama dan kuliah, mana sanggup kerja penuh waktu selama 3 bulan dan tidak dibayar! Apabila program magang tersebut mengharuskan peserta untuk berkerja di negara dan kota lain, tidak semua orang sanggup membiayai hidupnya selama 3-6 bulan dan bekerja tanpa dibayar. Saya pernah melakukan hal tersebut, dan tabungan saya selama 3 tahun habis untuk membiayai hidup saya selama 3 bulan karena magang, padahal saya tidak harus pindah kota atau negara.

Suatu saat saya dan teman saya berdiskusi tentang program magang di kantor-kantor PBB di negara-negara Eropa, menurut dia magang di PBB itu sebenarnya lebih merupakan ajang 'recruitment' anggota keluarga para elite dan diplomat yang bekerja di PBB atau pernah bekerja di sana, dan punya berbagai koneksi yang bekerja di sana, atau berasal dari keluarga berada. Pertama, sering informasi magang tidak disebarluaskan untuk umum. Ada yang untuk umum, tapi banyak program magang dadakan untuk proyek-proyek baru atau dadakan. Kedua, kembali, hanya mereka yang berasal dari golongan atas yang bisa menginvestasikan dirinya untuk bekerja berbulan-bulan tanpa dibayar dan masih harus menguras kocek untuk biaya hidup sehari-hari.

Memang benar sekarang organisasi tersebut memberikan prioritas untuk pelamar dari negara non-barat, tapi coba siapa yang bisa datang dan tinggal di negara-negara maju dengan biaya sendiri dan tidak dibayar sama sekali? Ya anak-anaknya orang berduit dong.

Program magang PBB pun menjadi salah satu alat untuk memperkuat kedudukan kelas elite di negara-negara dunia berkembang, dan 'menyumbang' pelebaran jurang kesenjangan sosial antara kelas atas dan kelas bawah. Putra dan putri para elite, melalui program magang di organisasi internasional, berhasil mempertahankan tangga kesuksesan keluarga, atau berhasil memahat tangga baru yang akan siap untuk didaki oleh keturunan mereka.

Bukannya saya menyalahkan keinginan setiap orang untuk sukses, atau impian setiap orang tua untuk membangun pondasi untuk keturunannya kelak. Saya cuma ingin memperlihatkan suatu sisi dari sistem magang, dan memberikan gambaran bagaimana sistem tersebut kurang memberikan peluang bagi kaum muda yang berpotensi tapi berkocek tipis, untuk bisa meniti karir yang pantas untuk potensi mereka.

Alangkah nikmatnya kalau pelajar seperti saya, yang harus bekerja untuk membiayai kuliah, bisa dengan ringan mengikuti program magang tanpa harus menghabiskan tabungan masa depan saya. Alangkah indahnya menyadari bahwa banyak sedikitnya uang tabungan orang tua seseorang tidak selalu harus menentukan masa depan seseorang. Alangkah bagusnya kalau pelajar berpotensi diberikan peluang dan diberikan imbalan untuk bisa menyumbangkan pemikirannya ke organisasi yang merupakan salah satu harapan dunia kita yang makin kacau balau.

Thursday, August 04, 2005

Tertawa itu sehat, tapi...

Pasti di antara kita semua sering mendapatkan email yang berisikan humor-humor segar. Terutama untuk yang ikutan miling list.

Saya juga begitu, sering sekali menerima email yang isinya lelucon. Menurut beberapa orang, mengirim lelucon itu lebih baik daripada tidak menulis email sama sekali. Pengiriman cerita-cerita lucu dipandang sebagai salah satu cara untuk menjaga hubungan antar teman.

Memang betul, tertawa itu sehat, dan membaca cerita lucu di tengah-tengah mumetnya pekerjaan memang menyegarkan. Tapi yang mengusik pikiran saya adalah banyaknya lelucon yang sebenarnya sangat melecehkan perempuan. Yang lebih parah kalau pengirimnya sendiri adalah perempuan. Saya bingung, masak sih perempuan malah senang melecehkan dirinya sendiri dan ikut mentertawakan kaum mereka sendiri. Tidak sadarkah mereka kalau 'humor-humor segar' ini adalah salah satu alat untuk mempertahankan dan memperkuat 'superioritas' kaum laki-laki.

Kenapa kata superioritas saya beri tanda petik, karena superioritas ini bersifat subyektif. Masyarakat MERASA bahwa kaum laki-laki itu lebih pintar, kuat, bijaksana, bla bla, dari perempuan. Superioritas tersebut bukanlah suatu kenyataan sosial yang harus ditelan bulat-bulat. Mungkin jaman dahulu laki-laki lebih berpendidikan, karena memang hanya laki-laki yang dipandang patut untuk mengenyam pendidikan tinggi. Untunglah jaman sudah berubah, perempuan pun tetap diberikan kesempatan untuk meraih prestasi dan meneruskan pendidikan setinggi yang mereka inginkan.

Contoh lelucon yang membuat saya gusar:

Pertama tentang perbedaan cara perempuan dan laki-laki sewaktu harus mengambil uang dari ATM. Dalam cerita ini perempuan digambarkan sebagai makhluk yang tidak berotak, karena memasukkan nomor pin sampai 3 kali. Perempuan digambarkan sebagai makhluk yang lambat karena tidak bisa langsung menemukan tombol yang tepat untuk menarik uang. Perempuan dipandang sebagai makhluk yang HANYA mementingkan penampilan. Terakhir, perempuan itu TIDAK bisa menyetir!

(waktu saya membaca cerita ini berulang-ulang, karena saya menerimanya sebanyak 3 kali, rasanya saya ingin melabrak yang mengirim. Kalau yang mengirim adalah laki-laki, mau saya tantang adu paling cepat dalam mengambil uang di ATM. Kalau yang mengirim perempuan, mau saya tantang untuk membuka mata dan pikirannya dalam melihat pelecehan terselubung)

Kedua adalah sebuah 'tempelan' dari email yang berjudul women as explained by engineers. Saya menerima empat dokumen pdf yang menerangkan tentang apa itu perempuan. Bukan siapa, tapi apa. Seperti biasanya, perempuan digambarkan sebagai badan tanpa otak, berjiwa labil, mata duitan, tidak rasional, dsb. Ya ampun..kalau saja orang yang mengirimnya di samping saya, sudah saya ceramahin tentang Men as explained by Women !!

Masih banyak banyolan lainnya yang isinya merendahkan perempuan. Terlalu banyak sampai pegel mau nulisnya, walaupun saya masih inget isinya (saya perempuan dan buktinya otak saya lancar-lancar aja).

Mungkin bakal banyak yang ngomel, "pit eloe sok serius amat sih, kan guyonan. Jangan dimasukin ke hati dong. Emang eloenya aja yang nggak punya selera humor." Memang betul itu hanya lelucon, tapi dengan mentertawakan lelucon tersebut kita telah mengakui kenyataan sosial yang menggambarkan perempuan tersebut. Kita pun mentertawakan 'sifat' perempuan dan berpikir "Emang perempuan begitu...lucu juga."

Saya perempuan dan saya menolak menerima pelecehan sosial seperti ini.

Wednesday, August 03, 2005

Book baton

Kayaknya sekarang lagi musim lempar-lemparan book baton deh. Dimana-mana blogger menulis tentang buku yang mereka suka, yang menumbuhkan inspirasi, yang berkesan di hati, atau yang sekedar mereka baca. Sewaktu saya mulai baca berbagai book baton yang lain, satu yang menarik adalah bagaimana saya merasa bisa mengenal kepribadian seseorang dari buku yang mereka baca.

Terus terang saya ragu mau menulis book baton, dan memang nggak ada yang 'ngelempar' book baton ke saya, nantangin nulis judul-judul buku. Habisya malu..bakal ketahuan kalo saya hanya baca buku-buku yang ringan. Kayaknya saya malu terlihat sebagai seorang yang 'dangkal'. Tapi terinspirasi oleh tulisannya
  • mbak nagasundani
  • saya jadi pengen ikutan nulis book baton.

    Saya paling gemar baca buku detektif, dari kecil dimulai dari lima sekawan dan trio detektif, sampai membaca berulang-ulang cerita tentang Sherlock Holmes oleh Sir Arthur Conan Doyle. Kemudian saya pun dikenalkan pada Les Aventures du Juge Ti oleh Robert Van Gulik, yang menceritakan tentang investigasi Hakim Ti pada jaman T'ang di China. Ceritanya sungguh menarik, sehingga membuat saya tabah membaca setiap volumenya dengan ditemani kamus tebal Perancis-Indonesia. (Buku ini adalah buku berbahasa Perancis pertama yang saya baca) Xaf pun kemudian membeli seri Chronicle of Brother Cadfael of the Benedictine Abbey of Saint Peter and Saint Paul, at Shrewsbury oleh Ellis Peters. Untuk yang suka dengan film In the name of rose (berdasarkan buku yang berjudul sama oleh Umberto Eco, satu buku yang harus saya baca!), pasti akan suka dengan seri ini. Seri ini menceritakan pengalaman Brother Cadfael dalam memecahkan kasus kriminal pada abad ke 12 di berbagai daerah di negara yang sekarang dikenal dengan United Kingdom.

    Lucunya buku yang benar-benar menjadi kesayangan saya malah bukan buku yang bernafaskan detektif, buku nomor satu bagi saya adalah Nausicaä of the Valley of Wind, karangan Hayao Miyazaki. Sebuah novel grafis yang selalu berhasil menaikkan moral saya ketika saya mulai muak dengan kehidupan. Buku ini penuh dengan pesan moral dan filosofi hidup.

    Novel grafis 'serius' lainnya adalah Ikkyu dari Hisashi Sakaguchi, menceritakan perjalanan hidup biksu Budha bernama Ikkyu dalam mencari pemahaman akan ajaran Budha. Suatu buku yang benar-benar mengguncangkan hati dan menantang pembacanya dalam melihat arti kehidupan. Buku lain yang membuat jiwa saya gemetar adalah The Kite Runner oleh Khaled Hosseini, sebuah buku yang menceritakan kehidupan dua sahabat dengan latar belakang Afghanistan sebelum, selama dan setelah regime Taliban.

    Saya juga suka membaca buku fiksi, mungkin kebiasaan karena waktu kecil saya suka sekali dengan buku dongeng dan legenda, baik yang lokal, atau karangan H.C. Anderson. Trilogi of the Lord of the Ring plus The Hobbit karangan J.R.R. Tolkien (to grand master, I salute you!) adalah salah satu buku wajib untuk saya. Saya juga maniak sama Harry Potter oleh Rowling, sangking maniaknya saya membaca setiap volume lebih dari 5 kali dan dalam 3 bahasa!

    Pengarang favorit saya yang lain adalah Terry Pratchett. Saya sudah baca 25 judul buku beliau, it's such a witty humor !! Mungkin kalau saya bisa kasih analogi seperti pelesetan Project Pop tapi cerdik dan pintar ala Ayu Utami.

    Ngomong-ngomong Ayu Utami saya suka banget dengan Saman, walaupun agak kecewa dengan Larung.

    Untuk para pelajar ilmu sosial dan politik, novel yang memberikan analogi dan kritik tentang revolusi sosial seperti Watership Down oleh Richard Adams dan Animal Farm oleh George Orwell patut dilihat. Buku dari Orwell benar-benar memberikan inspirasi bagaimana revolusi ala Marxist might went straight to tyranny.

    Saya juga hobi baca buku yang berbau-bau Asia, terutama China dan Jepang (mungkin akibat hobi saya menonton film kungfu dan samurai..hehehe). Kebetulan nyokap paling hobi baca Ko Ping Hoo, jadi dari sewaktu saya remaja Ko Ping Hoo sudah menjadi salah satu teman minum teh sore-sore. Percaya atau tidak, saya banyak mendapatkan filsafat hidup dari seri tersebut. Ko Ping Hoo di sela-sela ceritanya selalu menyisipkan bab singkat tentang filsafat hidup yang bernafaskan Konfusius.

    Shogun dari James Clavell menghipnotis mata saya, dan The Wild Geese karangan Ogai Mori berhasil memotret kompleksitas budaya kehidupan masyarakat Jepang dalam bentuk kesederhanaan literatur yang menyejukkan. Ingin rasanya saya melahap novel-novel karangan para penulis Jepang yang berjejer di perpustakaan Xaf, tapi ya itu, bahasa Perancis. Ah sudahlah...

    Satu buku yang benar-benar menolak untuk diletakkan sewaktu dibaca adalah The Emperor and the Wolf: The Lives and Films of Akira Kurosawa and Toshiro Mifune oleh Stuart Galbraith IV. Buku ini berhasil memuaskan dahaga saya akan film karya Akira Kurosawa (salah satu sutradara terbesar abad ini) dan Toshiro Mifune (aktor yang paling pantas untuk memerankan karakter Samurai). 823 halaman bercerita tentang hidup kedua orang besar perfilman Jepang dan semua film atau serial TV yang mereka kerjakan bersama atau terpisah. For those who call themselves movie expert or movie goers, this book is a must. And if you don't know who Akira Kurosawa is, then you might want to change your nick name. :)

    Orang Indonesia itu berani!

    Salah satu hal yang sangat mengejutkan saya sewaktu pulang adalah banyaknya sepeda motor yang berkeliaran di jalan raya. Jumlahnya sudah berlipat ganda dari waktu terakhir saya pulang kampung. Nyokap aja sampe ikut-ikutan punya sepeda motor, walaupun dia enggan buat menggunakan sepeda motor, karena trauma pernah tabrakan. Alasannya, "murah pit..sekarang bisa cuma kasih uang muka 300-500 ribu, motor sudah bisa dibawa pulang."

    Kredit motor yang murah ini ternyata membawa peluang bisnis bagi banyak orang, terutama pemuda. Jadilah sekarang dimana2 tercipta pangkalan ojek. Enak sih, jadi punya transportasi alternatif. Tapi saya pikir2 tukang becak jadi kasihan, karena sekarang kebanyakan orang memilih naek ojek daripada naek becak. Selain lebih cepat, untuk saya pribadi, hati pun terasa lebih ringan. Saya paling suka kasihan kalau pas tanjakan, abang becak terlihat susah payah menggejot becaknya. Kadang saya suka turun dan berjalan di samping becak sampai tanjakannya habis. Tapi bukan itu yang mau dibahas, yang mau dibahas adalah keberanian orang Indonesia dalam bermotor-ria.

    Kenapa saya bilang berani, habisnya tidak jarang kita lihat satu keluarga naik motor bersama-sama. Artinya, ayah, ibu, dan kadang sampai tiga orang anak naik motor di jalan raya. Teman saya yang kebetulan lagi berkunjung sampai kaget setengah mati. Dia langsung pucet sambil menunjuk satu motor yang diisi oleh satu keluarga. Dia bilang, baru seumur hidupnya dia melihat hal tersebut, padahal dia sudah sering banget jalan-jalan ke berbagai negara. Komentarnya, "wah orang Indonesia berani sekali ya, apa nggak takut anak bayi yang digendong oleh ibunya itu bisa jatuh?"

    Saya juga pernah komentar seperti itu ke nyokap saya, dia dengan tenangnya bilang, "ah nggak usah khawatir pit, mama sama papa juga dulu begitu kok. Naik motor sama kalian bertiga, buktinya aman-aman aja tuh." Benar juga, saya masih ingat bagaimana serunya saya, kakak saya, dan kedua teman saya, naek motor rame2 sewaktu pergi atau pulang sekolah. Saya selalu duduk di depan (berhubung yang paling kecil), dan saya masih inget senangnya saya menikmati angin dingin di pagi hari menerpa rambut dan membangunkan saya selama perjalanan ke sekolah.

    Jadi orang Indonesia itu berani lho! Saya rasa persepsi akan bahaya berbeda sekali dengan teman saya yang orang Eropa. Kadang sistem keamanan di Eropa membuat para penduduknya jadi tidak terbiasa untuk mengambil resiko. Xaf saja selalu was-was kalau harus berjalan jauh naik bis, sedangkan saya dengan cueknya pulas tertidur, percaya sepenuhnya kalau perjalanan akan berjalan dengan aman.

    Tapi saya punya pengakuan nih, sekarang saya jadi penakut. Saya paling takut kalau disuruh naik ojek atau naik motor. Takut naik ojek setelah membaca dan mendengar berita tentang berbagai kriminalitas atas penumpang ojek oleh tukang ojek. Memang nggak rasional sih, kan tidak semua tukang ojek itu bersifat kriminal.

    Singkat cerita akhirnya saya terpaksa naik ojek, gara-gara nyokap yang salah memberikan informasi. Waktu pak Satpam ngeliat saya yang ragu2 untuk naik ojek dia dengan ramahnya memanggil salah satu tukang ojek, dan meyakinkan saya kalau si Mas bisa dipercaya. Jadilah saya naik ojek. Saya sudah sibuk komat-kamit membaca segala macam doa. Bagaimana saya tidak was-was, wong helmnya aja tidak ada kaitan pengamannya. Jadi kalau saya jatuh, helm tersebut tidak akan melindungi kepala saya!

    Jalanan macet, maklum di depan pasar utama. Tukang ojek pun dengan lihainya meliuk-liuk di tengah-tengah mobil yang sudah berdesak-desakkan. Saya mau pingsan rasanya, habisnya dengkul saya kadang cuma 5 centimeter dari sisi mobil atau bahkan bis kota! Satu tangan pegangan ke motor, satu tangan sibuk mengempit tas tangan, dan dengkul sibuk menyesuaikan diri supaya tidak menyenggol mobil di kanan dan kiri, dan saya masih harus berkonsentrasi dengan helm yang sudah siap mau terbang dari kepala.

    Saya sampai dengan selamat ke tujuan. Sewaktu kaki menyentuh tanah, saya langsung mengucapkan Alhamdulillah dan berusaha menenangkan jantung yang dug..dug. Saya langsung membatin, "...kalau nggak terpaksa, nggak lagi-lagi deh naik ojek."